Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri semen dalam negeri dalam kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) sebesar 51,8 juta ton atau 45 persen. Persentase overcapacity terbesar terjadi di Pulau Jawa, yaitu lebih dari 55,4 persen.
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito, mengatakan upaya yang perlu dilakukan oleh industri semen untuk mengatasi kondisi overcapacity saat ini adalah melalui peningkatan ekspor.
Baca juga: Investasi Industri Semen Tetap Didorong ke Wilayah Papua
"Total ekspor semen dan clinker pada semester I- 2023 mengalami peningkatan sebesar 11,57 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan meningkatnya permintaan di pasar luar negeri," tutur Warsito, Jumat (14/7/2023).
Kenaikan harga batubara internasional yang terjadi sejak Desember tahun 2020, memberikan efek yang signifikan bagi industri semen.
Tidak hanya mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya produksi, namun juga menghambat pasokan batubara di industri semen.
"Batubara bagi industri semen merupakan bahan baku dan bahan bakar utama yang memiliki persentase hingga 40 persen dalam struktur biaya produksi," jelasnya.
Guna mengatasi dan mengantisipasi kenaikan harga batubara yang melonjak tinggi, pemerintah sedang menyusun regulasi terkait Badan Layanan Umum (BLU) batubara.
Warsito menyebut, semen merupakan barang yang memiliki ukuran dan volume besar, sehingga membutuhkan moda transportasi dengan daya angkut besar dan dimensi khusus. Mengingat, lebih dari 80 persen transportasi semen adalah melalui darat (truk).
"Kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) membutuhkan penerapan yang tepat sasaran agar tidak menimbulkan dampak meningkatnya biaya logistik yang harus ditanggung industri maupun konsumen," terangnya.
Baca juga: Akademisi : Roadmap Penyelesaian ODOL Perlu Kedepankan Aspek Logistik Nasional
Industri semen telah menyampaikan tiga usulan sebelum pemberlakuan kebijakan Zero ODOL secara penuh, yaitu penyesuaian sistem keur/kir terhadap desain kendaraan dan kelas jalan, kebijakan penerapan multi-axle, serta peningkatan kualitas daya dukung jalan (kelas jalan).
"Ketiga usulan tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu, untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan Zero ODOL. Apabila belum terpenuhi, maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan penyesuaian kembali waktu pemberlakuan Zero ODOL menjadi tahun 2025. Mengingat, Industri kehilangan momentum dua tahun lebih dalam persiapan pelaksanaan kebijakan Zero ODOL secara penuh pada tahun 2023 karena adanya pandemi Covid-19," ucap Warsito.