Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - China kembali mendapat kecaman dunia karena diduga telah melakukan sejumlah pelanggaran saat mengeksploitasi tambang berbagai mineral dan energi di sejumlah negara.
The Business & Human Rights Resource Centre (BHRRC) selaku badan pengawas perusahaan yang melacak dampak lokal dari ribuan bisnis global, mengidentifikasi pada tahun 2021 dan 2022 terjadi 102 dugaan pelanggaran terkait dengan tambang China di 18 negara.
Merespons hal ini, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) meminta negara-negara dunia khususnya Indonesia agar memproses seluruh dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Beijing.
Baca juga: Tren Baru Pertambangan Laut dalam Rawan Bencana Lingkungan?
Ketua PB PII bidang komunikasi ummat, Furqan Raka menyampaikan dari laporan sejumlah penelitian menyebutkan jumlah dugaan pelanggaran tertinggi yang dilakukan China tercatat berada di Indonesia karena memiliki cadangan nikel terbesar dunia.
“Salah satu pelanggaran yang mengguncang bangsa kita yakni ekspor ilegal 5 ton nikel Indonesia ke China pada 2021-2022, yang diungkap langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Furqan Raka kepada wartawan, Jumat (14/7/2023).
Pada posisi pelanggaran terbanyak berikutnya terjadi di Peru, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, dan Zimbabwe. Furqan mengatakan lebih dari 70 persen dugaan pelanggaran didokumentasikan di 5 negara ini, antara lain dari sisi tata kelola yang lemah dan pelanggaran hak asasi manusia.
Temuan tersebut menurutnya menggarisbawahi kekhawatiran yang berkembang bahwa transisi ke energi terbarukan, akan mengulangi praktik bisnis yang tidak adil yang telah lama mendominasi ekstraksi bahan bakar fosil dan mineral.
“China dikabarkan terus membeli tambang-tambang di luar negeri dan berinvestasi besar-besaran di negara-negara kaya mineral seperti Indonesia dan Zimbabwe,” ujar dia.
PB PII menilai wajar jika para ahli dan negara-negara dunia melihat aksi Beijing memborong atau berinvestasi tambang di luar negaranya, sebagai langkah mendominasi rantai pasokan tambang dunia di masa mendatang, meskipun Amerika Serikat dan Eropa hingga saat ini terus berupaya untuk mendiversifikasi pasar.
PB PII menyebut pada bulan Mei 2023 lalu, asosiasi bisnis industri pertambangan China telah membuat call center pengaduan dan pusat mediasi percontohan bagi masyarakat, pekerja, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengajukan keluhan terhadap perusahaan tambang Tiongkok.
“Akan tetapi, langkah dan mekanisme pengaduan pertama yang dibentuk oleh asosiasi industri China ini, belum berjalan efektif, apalagi sesuai dengan harapan masyarakat dan negara yang mereka eksploitasi tambangnya,” pungkas Furqan.