Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Balai Pemberdayaan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kementerian Perindustrian mengungkap alasan mengapa industri alas kaki Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada 2022, sebaran industri alas kaki 80 persen ada di Pulau Jawa, dengan tenaga kerja terbanyak ada di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.
Kepala BPIPI Syukur Idayati mengatakan, persoalan rantai pasok (supply chain) masih menjadi masalah utama industri alasa kaki masih terpusat di Pulau Jawa.
"Memang sih tidak bisa dipungkiri supply chain untuk industri alas kaki, mungkin bukan cuma alas kaki ya, itu masih banyak di Pulau Jawa," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8/2023).
Dia mencontohkan, para pelaku usaha alas kaki harus mengambil material kulit hingga Pulau Jawa. Itu akan banyak memakan biaya logistik.
Apabila banyak dihabiskan di biaya logistik, harga pokok penjualan (HPP) otomatis akan ikut berubah.
"Dari kulit saja teman-teman yang pelaku usaha di luar Jawa itu ambil kulit dari Jawa karena sementara yang selama ini kulit yang bagus masih dari Jawa. Itu untuk ongkos logistiknya saja (mahal)," ujar Syukur.
"Jadi, akhirnya di saat mereka harus turun terjun ke situ, HPPnya pasti berubah. Nah itu kemudian HPP agak tinggi karena dia harus ambil dari Jawa (materialnya)," lanjutnya.
Baca juga: Industri Alas Kaki Tertekan, Menperin Agus Gumiwang Minta Hentikan Impor Ilegal Sepatu Bekas
Permasalahan tak hanya berhenti di situ. Dengan HPP yang agak tinggi, pelaku usaha alas kaki juga masih harus bersaing dengan barang impor yang tentu lebih murah.
Baca juga: Pedagang Baju Bekas Minta Solusi, Zulkifli Hasan Bakar Pakaian Hingga Sepatu Bekas Impor Rp10 Miliar
"Harus bersaing dengan yang lain yang lebih murah, yang mana sekarang kita hadapi, banyak impor alas kaki yang lebih murah. Itu salah satu contohnya," kata Syukur.