Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Blok M dengan segala kegiatannya tak pernah membuat kawasan satu ini sepi oleh para muda-mudi ibu kota.
Lihat saja M Bloc, Blok M Square dan sekitarnya, serta Blok M Plaza yang mulai menemukan pengunjungnya kembali berkat terintegrasi dengan MRT Jakarta.
Namun, hal itu tampaknya tidak berlaku bagi Mal Blok M. Pusat perbelanjaan yang memilkki bursa mobil ini tak seramai saudara-saudaranya.
Baca juga: Pusat Perbelanjaan dan Pasar Tradisional Mulai Terjadi Kiamat Pengunjung
Tribunnews mengunjungi Mal Blok M pada akhir pekan lalu, tepatnya Sabtu (5/8/2023). Suasana ketika memasuki mal yang tenar di era 1990 hingga 2000-an ini terasa panas.
Tanpa pendingin ruangan, hanya segelintir pengunjung yang berjalan lalu lalang di sekitar tangga dekat pintu masuk. Di sekeliling mereka, kios-kios tutup menjadi pemandangan ketika menyusuri Mal Blok M.
Tak sesekali terdengar keluhan pengunjung yang kepanasan karena tak ada pendinginan ruangan di lorong mal ini.
Berjalan menyusuri lorong, di sisi kiri ada tangga turun menuju bursa mobil. Kendaraan roda empat berdiri berjejer, menunggu dipinang oleh calon pemiliknya.
Di dekat tangga turun menuju tempat bursa mobil, ada dua akses yang ditutup pagar besi untuk menghalau pengunjung masuk ke area tersebut.
Pantauan di lokasi, tampaknya itu adalah akses ke kios-kios lain yang tentunya sudah lama tutup. Area tersebut gelap, menjadi pertanda bahwa mal ini hanya tinggal menghitung hari usianya.
Meski begitu, ketika berjalan lagi menuju arah halte Transjakarta Blok M, suasana memprihatinkan tiba-tiba berubah menjadi harapan.
Ternyata di sudut lorong, ada para pedagang baju thrifting yang seakan menjelma menjadi oase di tengah padang pasir.
Berbeda 180 derajat dibanding sudut satunya, di area ini lampunya lebih terang. Mal Blok M tampak lebih hidup berkat pedagang thrifting yang menjajakan pakaiannya.
Puluhan pengunjung datang menyambangi baju-baju tersebut, melihat satu persatu, memilih mana yang akan dibawa pulang.
Salah seorang pengunjung bernama Apip (15) mengatakan bahwa ia mengetahui ada yang berjualan thrifting di sini dari media sosial TikTok. Saat diwawancara, ia tampak sudah menenteng satu kantong berisi baju.
"Ini mau jalan-jalan. Tadi beli celana sama jaket," kata Apip yang datang bersama dua orang temannya.
Menurut dia, kondisi Mal Blok M lebih ramai dibanding saat bulan lalu ia menyambangi tempat ini.
Tiba dengan Transjakarta dari Meruya, Jakarta Utara, Apip menyatakan akan kembali lagi ke Mal Blok M apabila sewaktu-waktu ingin membeli baju thrifting lagi.
Daya tarik baju-baju thrift di Mal Blok M tidak main-main. Dengan model yang bermacam-macam dan harga yang rata-rata dibanderol tak sampai Rp 200 ribu, tidak heran pengunjung ingin berbelanja di sini.
Lanjut ke arah halte Transjakarta, ada area yang menawarkan berbagai macam pilihan kuliner. Tak hanya itu, beberapa kios juga tampak memperjualbelikan aksesoris elektronik.
Kios penjual aksesoris elektronik tesebar di beberapa sudut ruangan. Ada juga yang menjajakan dagangannya di tengah area tersebut.
Sore itu orang lalu lalang bersama teman, pasangan, dan keluarga. Rata-rata dari mereka datang dari arah halte Transjakarta.
Kehadiran Transjakarta sendiri memang memegang peranan krusial untuk Mal Blok M. Hal tersebut diakui oleh Endar (31), seorang penjual nasi ayam yang sudah berdagang sejak 2017.
Ia bercerita, sebelum pandemi melanda, omzetnya selama sehari bisa mencapai Rp4 juta. Namun, setelah itu, ia mengatakan pernah hanya menjual dua porsi dalam sehari atau sekitar Rp60 ribu.
"Sebelu pandemi, omzet sampai Rp4 juta. Paling rendah Rp2 juta. Pas pandemi saya (pernah) dua porsi sehari. Rp60 ribu. Untung ada kompensasi biaya sewa per bulan (dari pengelola Mal Blok M)," ujar Endar.
Saat ini, bisnis Endar perlahan mulai bangkit kembali. Dalam sehari, ia meruap omzet sebesar Rp1-2 juta. Belum pulih sepenuhnya, tetapi ia tetap bersyukur.
Endar menyebut kehadiran halte Transjakarta Blok M sangat membantu. Tidak terbayang di benaknya andaikan tak ada transportasi umum tersebut.
Menurut dia, keberadaan transportasi umum yang diresmikan pertama kali pada 2004 ini, memegang peranan krusial.
"Transjakarta membantu. Kalau enggak ada, mau gimana nih (nasib Mal Blok M). Ini masih kebantu sama Transjakarta. Kalau enggak ada, pasti anjlok banget," katanya.