Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivitas perekonomian beberapa waktu ke belakang dinilai cukup terhambat, hal ini dikarenakan adanya gangguan rantai pasok komoditas imbas memanasnya kondisi geopolitik di Eropa.
Imbasnya, inflasi komoditas mengalami lonjakan, dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di seluruh dunia terhambat.
Adanya fenomena tersebut, negara adidaya Amerika Serikat (AS) melalui Bank Sentralnya yakni The Fed menaikkan suku bunga untuk mendukung kesehatan ekonomi Negara Paman Sam.
Baca juga: Inflasi Amerika Bulan Juli Naik 3,2 Persen, Pasar Saham Wall Street Respon Positif
Upaya ini perlu dilakukan guna mengendalikan inflasi ke dalam sasaran.
Namun, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo memiliki pandangan lain.
Menurut Perry, menaikkan suku bunga bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi permasalahan perekonomian, salah satunya tingginya inflasi.
"Tentu Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan sekarang resesi," papar Perry dalam sebuah acara di Jakarta Convention Center, Selasa (22/8/2023).
"Eropa inflasi sangat tinggi, Frderal Fund Rate katanya akan berakhir, tapi akan ada kenaikan satu atau dua kali lagi. Kenapa? Karena hanya menggunakan satu instrumen untuk menyelsaikan masalah. Tidak bisa," lanjutnya.
Perry melanjutkan, Bank Indonesia menggunakan kebijakan moneter, tidak hanya menggunakan suku bunga. Namun juga kebijakan nilai tukar, dan kebijkan pasar keuangan.
Upaya stabilisasi nilai tukar rupiah ini dimaksudkan untuk menjaga inflasi barang impor (imported inflation) tidak signifikan.
Selain itu, Bank Sentral Indonesia bersama dengan pemerintah saling berkolaborasi dalam menekan inflasi pangan lewat tim pengendalian inflasi. Baik itu Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Baca juga: Berpotensi Picu Inflasi, Pemerintah Diminta Lakukan Langkah Antisipatif Jaga Stok Gula
"Kita tidak peduli dengan pernyataan International Monetary Fund. Apa yang kita lakukan, kami tau anda lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman," ungkap Perry.
"Anda mungkin berpikir lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman, tapi kita juga menggunakan kebijakan moneter makroprudensial dan fiskal," pungkasnya.