News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Faisal Basri: Indonesia Bisa Manfaatkan Energi Kotor untuk Biayai Energi Bersih

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ekonom Faisal Basri

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan Indonesia bisa memanfaatkan energi kotor untuk membiayai transisi ke energi bersih.

Menurut dia, hal itu lebih baik daripada harus meminta dana ke negara lain atau institusi internasional.

"Energi kotor membiayai energi bersih baru keren. Ketimbang kita mengemis gitu ya, 'Hey internasional, ayo dong.'," kata Faisal dalam diskusi daring bertajuk "Mempersiapkan Transisi Energi Indonesia", Rabu (13/9/2023).

Namun sayangnya, Faisal melihat Indonesia kurang serius dalam menjadikan energi kotor seperti batu bara sebagai pembiayaan menuju energi bersih.

Ia mengatakan, hal tersebut terlihat dari wacana pajak karbon yang seringkali tertunda.

Selain itu, implementasi pelarangan pembangunan pembangkit batu bara juga masih lemah karena banyak pengecualiannya.

"Ini fakta ya. Saya tidak bicara yang aneh-aneh. Pajak karbon ditunda-tunda terus. Kemudian (peraturan) tidak lagi membangun pembangkit batu bara banyak sekali pengecualiannya. Kalau Proyek Strategis Nasional itu boleh semua pabrik nikel pakai batu bara," ujar Faisal.

Ia mengatakan, batu bara yang diekspor tahun lalu oleh Indonesia mencapai 685 juta ton atau menyumbang seperempat dari nilai ekspor.

"Nilai ekspornya itu 71 miliar dolar AS, setara Rp1 kuadriliun atau Rp1.000 triliun," kata Faisal. Ia menyayangkan dari nilai yang besar itu, tidak ada pajak lingkungan yang diberlakukan.

Baca juga: Menko Airlangga: Pemerintah Akan Berlakukan Pajak Karbon di 2025

Faisal kemudian mengandai-andai apabila Indonesia bisa meraup dana dari energi kotor untuk membiayai energi bersih.

Ia pun membandingkan dengan Mongolia yang bisa memanfaatkan hasil dari energi kotornya untuk membiayai energi bersih.

Baca juga: Pajak Karbon Perlu Dikalkulasi Matang Supaya Tidak Berdampak Negatif ke Inflasi

"Di Mongolia tuh 70 persen diambil negara untuk membiayai. Jadi ini kalau kita kenakan, enggak 70 persen lah ya, 50 persen, kita dapat Rp500 triliun untuk energi terbarukan," ujar Faisal.

"Jadi juga kita tidak kekurangan dana. Mekanismenya jelas," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini