News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik TikTok Shop

Social Commerce Dilarang Transaksi Jual Beli, Begini Pandangan Ekonom

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyoroti kebijakan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 50/2020 yang melarang aktivitas transaksi social commerce seperti Tiktok Shop.

Perubahan gaya hidup ini tidak bisa dicegah atau dihindari.

Piter lebih lanjut berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu melarang terapi perlu membuat regulasi yang lebih bertujuan kepada perlindungan konsumen, menjaga persaingan yg sehat.

“Social commerce sebaiknya dilarang karena tujuannya yang berpotensi melanggar perlindungan konsumen dan persaingan usaha sehat,” paparnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengkritik regulasi memisahkan media sosial dengan TikTok Shop itu regulasi yang tidak bertaji.

Pada akhirnya algoritma di TikTok Shop bisa digunakan di TikTok as Social Media.

“Praktik pemisahan aplikasi itu sudah biasa dan tidak ada batasan penggunaan data di sister apps untuk kepentingan apps utamanya,” ungkap Huda kepada Tribun.

Huda menilai revisi Permendag 50/2020 yang ada hanya memberikan ruang yang lain saja antara TikTok Shop dengan TikTok Medsos.

Dia menegaskan yang seharusnya pemerintah dikejar adalah TikTok harus memiliki izin as social commerce.

“Praktik social commerce pun sudah jamak dilakukan dan sudah ada sejak zaman Kaskus dan sebagainya. Jadi saya pribadi melihat hal tersebut bukan solusi,” imbuhnya.

“Jadi mengutip data dari BPS, ada empat platform yang sering digunakan oleh UMKM untuk berjualan secara online dengan urutan paling banyak digunakan sebagai berikut instan messenger, media sosial, e-commerce/marketplace, dan website,” papar Huda.

Artinya, lanjut dia, media sosial memegang peran penting dalam proses digitalisasi penjualan UMKM dengan urutan nomor dua terbanyak.

“Saya bisa artikan pula, urutan tersebut adalah step by step UMKM bisa go digital. Dimulai dengan penggunaan instan messenger seperti WA dengan jangkauan terbatas, kemudian pindah ke mesia sosial seperti IG, FB, TikTok, dan sebagainya,” ujar Huda.

Jika sudah lebih pengalaman, mulai masuk ke marketplace atau ecommerce dan pada akhirnya bisa punya website pribadi.

Walhasil, jika sosial media dilarang untuk berjualan, itu memutus satu step UMKM bisa go digital dan sebuah langkah mundur dari pemerintah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini