Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya mengatakan, akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi UMKM masih mengalami banyak persoalan.
Hal itu terlihat dari data pengaduan masyarakat pada Posko Pengaduan KUR yang dibuka Ombudsman RI dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Posko Pengaduan KUR bagi UMKM dibuka pada 31 Agustus 2023 hingga 20 September 2023.
Baca juga: Realisasi Penyaluran KUR Per September 2023 Capai Rp175 Triliun
Pada rentang waktu itu, Ombudsman menerima 80 permintaan informasi atau konsultasi masyarakat dan 19 pengaduan.
Dari 19 pengaduan, 11 pengaduan telah selesai ditindaklanjuti dan 8 pengaduan dalam proses monitoring.
Tipologi pengaduan masyarakat didominasi dengan adanya permintaan agunan sebanyak 53 persen.
Kemudian, tidak ada kepastian atas tindak lanjut permohonan KUR sebesar 37 persen.
Kemudian, 10 persen masyarakat merasa dipersulit dalam pengajuan KUR.
“Ada temuan di lapangan berdasarkan keluhan masyarakat, mereka terkesan dinomorduakan dalam mengajukan KUR berbeda dengan peminjam kredit komersial," kata Dadan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/10/2023).
"Misalnya saja pelapor ini merasa dipersulit dalam pengajuannya, dan persetujuan kredit memakan waktu yang lama,” lanjutnya.
Baca juga: KUR Bank Jateng Periode September: Bisa Pinjam Rp500 Juta, Ini Syarat Serta Simulasi Cicilannya
Ombudsman menilai, program KUR belum tersosialisasi dengan baik oleh pemerintah maupun bank penyalur.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dan agunan menjadi kendala dominan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses KUR.
Ombudsman Beri Masukan
Atas data pengaduan tersebut, Ombudsman mengeluarkan sejumlah usulan kebijakan bagi Program KUR bagi UMKM.
Pertama, perlunya pengaturan mengenai pengembalian agunan terhadap akad KUR dengan nilai 100 juta yang telah terjadi sebelum tahun 2023 dan cicilan sedang berjalan.
Kedua, perlunya sosialisasi yang intensif tentang program KUR kepada masyarakat baik pemda maupun oleh lembaga penyalur.
Ketiga, perlunya pengaturan mengenai standar waktu maksimal bagi lembaga penyalur dalam memutuskan permohonan KUR yang diajukan masyarakat.
“Keputusan permohonan KUR diterima atau tidak harus jelas standar waktunya,” ujar Dadan.
Keempat, perlunya literasi program untuk manajemen maupun karyawan lini pelayanan perbankan atau lembaga penyalur untuk memahami filosofi dan keberpihakan dalam program KUR.
Kelima, perlunya skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK.
Sehingga, pemohon tetap berpeluang mengakses KUR sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkannya KUR.
Respons KemenKopUKM
Dalam kesempatan sama, Deputi Bidang Usaha Mikro KemenkopUKM, Yulius menyampaikan pihaknya optimis KUR akan terealisasi sesuai target yang ditetapkan.
"Kita optimis (KUR) akan terserap semua,” ujarnya.
Terkait keluhan masyarakat mengenai agunan, Yulius mengatakan regulasinya tidak mensyaratkan adanya agunan dalam permohonan KUR.
Namun, menurutnya, masyarakat yang ditolak pengajuan KURnya karena meskipun tidak ada agunan, namun pihak perbankan mempertimbangkan karakteristik calon peminjam.
Selanjutnya, Yulius mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi apakah regulasi mengenai KUR dijalankan dengan baik di lapangan.