Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membangun sektor transportasi berbasis rel saat ini menjadi salah satu agenda prioritas Pemerintah. Transportasi jenis ini dinilai lebih mendukung implementasi ekonomi hijau karena menghemat penggunaan minyak bumi dan bebas polusi, serta bebas macet.
Namun membangun transportasi massal berbasis rel memiliki tantangan tersendiri, baik transportasi jenis mass rapid transit atau MRT, light rail transit atau LRT dan kereta cepat.
Baca juga: Jokowi Cerita Saat Hendak Bangun MRT Jakarta: Dihitung Selalu Rugi, 26 Tahun Tak Kunjung Tereksekusi
Beragam tantangan tersebut dikupas di acara diskusi bertajuk Teknologi Perencanaan dan Tantangan Pembangunan Transportasi Massal Berbasis Rel yang diselenggaraan PU Bangun, sekaligus perayaan satu tahun berdirinya organisasi profesi di sektor konstruksi ini di Jakarta, Kamis 2 November 2023.
Misalnya saat membangun MRT Jakarta Fase 2A mulai dari Stasiun Thamrin sampai Stasiun Kota yang melewati 7 stasiun.
Saat lintasan rel yang dibangun di bawah tanah memasuki kawasan Glodok, tim konstruksi menemukan banyak konstruksi lama peninggalan Belanda yang harus dikonservasi. Terkait ini, pihak MRT Jakarta kemudian berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Begitu juga tantangan ketika membangun Stasiun Thamrin yang menjadi stasiun bawah tanah MRT terbesar di Jakarta dengan panjang hingga 400 meter lebih.
Beragam tantangan juga dihadapi oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ketika membangun kereta cepat Jakarta-Bandung.
Mantan Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan, perizinan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung cukup kompleks, mencapai puluhan dokumen yang harus diajukan ke Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup hingga Pemerintah Daerah.
"Karena proyek ini biayanya besar dan memakai valas, izin juga harus diajukan ke Bank Indonesia," ungkap Hanggoro. "Ini salah satu project yang paling lengkap perizinannya," ujarnya.
Mohamad Fauzan, Direktur SDM Hutama Karya yang juga Sekretaris Jenderal PU Bangun mengatakan, kegiatan diskusi ini adalah sharihg knowledge diantara sesama pekerja konstruksi yang diseleggarakan PU Bangun yang ke-9 kalinya sekaligus merayakan ultah pertama perkumpulan para ahli dan profesional di bidang infrastruktur ini.
Baca juga: Jokowi Sebut Jumlah Pengguna MRT Belum Maksimal
"PU Bangun dibentuk oleh Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) yang disiapkan untuk memgantisipasi pembangunan infrastruktur yang masif di Indonesia. Hampir setiap bulan kita selenggarakan sharing knowledge ini," ungkap Fauzan.
Dia menjelaskan, diskusi ini menghadirkan para pakar di bidang moda transportasi massa berbasis rel mulai dari LRT, MRT sampai KCIC.
"Kita ingin mendukung sustainable transportation dengan mendorong pemerintah agar komit mengembangkannya karena akan sangat membantu menekan polusi dan konsumsi bahan bakar," ungkap Fauzan.
Dia menekankan, kontraktor nasional harus didukung sumber daya di sektor konstruksi yang profesional.
"Kita menjamin pengembangan kualitas SDM agar kualitas konstruksi terjaga kualitasnya. Kita juga mendorong sertifikasi tenaga ahli di sektor kontstruksi sesuai amanah UU Konstruksi," ungkapnya.
"Tenaga kerja di sektor konstruksi sangat banyak dan Kementerian PUPR terus mendorong adanya sertifikasi tadi," lanjutnya.
Dia menambahkan, AKI juga sangat berperan dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Saat ini pengerjaan proyek-proyek infrastruktur di IKN didominasi oleh perusahaan konstruksi anggota AKI. Mereka tersebar di sejumlah BUMN Karya termasuk BUMN konsultan perencanamya serta merea yang bekerja di perusahaan kontraktor swasta asional.
Di IKN, PT Hutama Karya (Persero) terlibat membangun gedung Kementerian Koordinator 2, rusun untuk ASN dan 2 ruas tol menuju IKN. "Pemerintah menargetkan 2024 sudah ada yang jadi seperti gedung Istana Negara dan rusun ASN dan kita sendiri sudah on schedule," ungkap Fauzan.