TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur akan menciptakan pelayanan publik yang lebih baik. Pembangunan infrastruktur berperan besar dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi, untuk kesejahteraan masyarakat serta mewujudkan tersedianya pelayanan publik, seperti pengelolaan sampah.
Untuk meningkatkan keterlibatan pihak swasta, Pemerintah Indonesia memperkenalkan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur untuk memberikan ruang bagi pemerintah untuk bekerjasama dengan swasta berdasarkan prinsip alokasi risiko yang proporsional. Implementasi skema ini, diatur dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015.
Secara umum, KPBU adalah rencana penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang melibatkan partisipasi swasta. Skema ini didasarkan pada kontrak antara pemerintah, yang diwakili oleh menteri, kepala lembaga, pemerintah daerah, BUMN, atau BUMD, dan pihak swasta, dengan mempertimbangkan prinsip pembagian risiko di antara para pihak.
Baca juga: Beri Kemudahan bagi Wajib Pajak, Kemenkeu Siap Lakukan Reformasi Perpajakan dengan Implementasi CTAS
Untuk diketahui, pengalokasian dana untuk infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 mencapai Rp 422,7 triliun. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 5,8 persen dari dana yang dialokasikan untuk infrastruktur pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 399,6 triliun (proyeksi APBN 2023).
Meskipun anggaran infrastruktur ditetapkan sebesar Rp 422,7 triliun dalam APBN 2024, jelas anggaran itu tidak akan cukup untuk memastikan pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia. Maka itu, skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Private Public Partnership (PPP) menjadi salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pembiayaan infrastruktur.
Pemerintah siapkan fasilitas dan dukungan untuk KPBU
Dalam upaya mendukung pelaksanaan KPBU di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah yang diperlukan, antara lain Project Development Facility (PDF) untuk mempersiapkan dokumen proyek yang dapat diterima pasar. Selanjutnya, terdapat Viability Gap Fund (VGF) sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan bank abilitas proyek dan Jaminan dalam rangka meningkatkan kredibilitas proyek.
Lalu Availability Payment (AP) menjadi pengembalian investasi badan usaha yang berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah (dalam hal ini PJPK atau menteri/kepala lembaga/kepala daerah) secara berkala kepada pihak swasta berdasarkan pada ketersediaan layanan infrastruktur sesuai dengan mutu atau kriteria yang telah ditentukan dalam perjanjian KPBU.
Seluruh fasilitas tersebut dihadirkan dalam rangka memastikan agar sebanyak mungkin dana-dana non APBN bisa digunakan dalam pembangunan berbagai proyek yang ada di Indonesia. Sesuai peran, setiap fasilitas dukungan pemerintah diharapkan dapat menjawab kekhawatiran utama para pemangku kepentingan KPBU (Pengelola, Investor, Pemberi Pinjaman) pada setiap fase pembangunan proyek infrastruktur.
Baca juga: Tingkatkan Alokasi Transfer ke Daerah, Menkeu Harap Peningkatan DAU Genjot Perekonomian Daerah
"Selama penerapan KPBU, terdapat banyak perbaikan. Kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengembangkan ekosistem dan perangkat yang menyertainya. Jadi, seperti yang telah kita lihat baru-baru ini, kami memiliki berbagai inisiatif besar, seperti menetapkan kerangka peraturan, peningkatan kapasitas pemangku kepentingan KPBU, dan koordinasi antar lembaga, termasuk PJPK, juga sedang dilakukan untuk memulai dan meningkatkan upaya pelaksanaan proyek,” kata Brahmantyo Isdijoso, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.
Guna mendukung penerapan KPBU di Indonesia, Kementerian Keuangan melakukan inovasi pembiayaan infrastruktur dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah, yaitu fasilitas penyiapan proyek, dukungan kelayakan, dan penjaminan infrastruktur.
Kementerian Keuangan pun turut memperkenalkan skema pengembalian investasi proyek KPBU, yakni skema Pembayaran Berdasarkan Ketersediaan Layanan atau yang biasa dikenal dengan Availability Payment atau AP.
Agar penerapan KPBU berjalan lancar Kementerian Keuangan juga mendirikan Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI) di bawah naungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Direktorat PDPPI menjalankan peran untuk mengelola pemberian fasilitas dan dukungan pemerintah, serta memfasilitasi PJPK dalam menyiapkan dan melakukan transaksi proyek KPBU. Dukungan ini merupakan bentuk kerja nyata upaya Pemerintah Indonesia untuk mendukung dan memperkuat pembangunan infrastruktur dengan menjembatani keunggulan pihak swasta dan juga pemerintah.
Baca juga: KPBU, Strategi Negara Menutup Gap Pembiayaan Infrastruktur di Seluruh Indonesia
Skema KPBU
Dalam penyediaan infrastruktur melalui KPBU, kerja sama yang dilakukan antara PJPK dengan badan usaha terkait bisa dilakukan dalam beberapa struktur model, tergantung kerja sama dengan pihak swasta.
Terdapat beberapa perbedaan skema KPBU yang terjadi dikarenakan perbedaan sumber dana maupun investasi. Skema user charge atau user fees payment adalah skema dalam proyek KPBU yang mana proyek mendapatkan pendanaan atas pemakaian oleh pengguna terhadap layanan yang disediakan oleh badan usaha.
Proyek infrastruktur yang memakai skema ini umumnya merupakan proyek yang dapat dijalankan secara lebih mudah dan jelas menghasilkan pendapatan (revenue).
Lalu skema availability payment (atau sering disingkat sebagai skema AP) merupakan skema dalam proyek KPBU yang menerapkan pengembalian investasi badan usaha berasa dari pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah secara periodik kepada badan usaha yang memberikan investasi.
Pengadaan infrastruktur dengan skema AP ini umumnya lebih disukai oleh pihak swasta, karena tingkat pengembalian investasinya tidak berisiko.
Baca juga: APBN 2024 akan Perkuat Kinerja Logistik Nasional untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Skema KPBU untuk pengelolaan sampah
Salah satu bentuk nyata pemanfaatan skema KPBU telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan persampahan di daerah. Untuk diketahui, pada periode 2010–2030, volume timbunan sampah di Indonesia diperkirakan meningkat rata-rata sekitar 1.1 persen per tahun.
Sumber permasalahan persampahan di Indonesia salah satunya adalah besarnya urbanisasi. Perpindahan penduduk dari desa ke kota ataupun sebaliknya di Indonesia sampai saat ini masih terus meningkat dan bahkan diprediksi jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan menjadi 66,6 persen pada tahun 2035.
Sementara itu hingga tahun 2020, persentase sampah yang pengelolaannya dilaksanakan dengan baik di Indonesia baru mencapai 49,18 persen, sedangkan sisanya masih dibuang langsung ke lingkungan (18,02 persen), serta ditangani dengan pembuangan di TPA dengan sistem open dumping (32,8 persen). Selain itu, komunikasi Pemda dengan DPRD terkait proyek sangat minim sehingga risiko politik proyek menjadi relatif tinggi.
Untuk itu, sesuai dengan Agenda Pembangunan pada RPJM 2020-2040, sektor pengelolaan persampahan perlu dikelola melalui dengan memperkuat infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi dan layanan dasar yang mana pengelolaan persampahan ditempatkan sebagai bagian dari pelayanan dasar akses sanitasi.
Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk kota dan volume timbunan sampah serta juga amanat RPJM 2020-2024, maka layanan fasilitas pengelolaan sampah yang baik perlu disediakan segera.
Pemerintah daerah yang sudah mengadakan teknologi pengelolaan sampah adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Kota Yogyakarta. Pengelolaan ini dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU Regional Piyungan merupakan proyek infrastruktur di sektor persampahan yang bertujuan untuk mengatasi persoalan sampah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, hingga Kabupaten Bantul.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono mengatakan bahwa proses KPBU sudah memasuki peninjauan minat pasar atau market sounding. Tercatat sejauh ini ada lima badan usaha ataupun investor yang menawarkan teknologi pengolahan sampah di TPA Piyungan. "Pemda DIY menginginkan agar sampah yang ada di DIY dapat musnah dengan teknologi yang ditawarkan para investor" kata Beny.
Baca juga: Kemenkeu Tetapkan Arah Kebijakan PNBP 2024 untuk Jaga Kelestarian Lingkungan dan Kualitas Pelayanan
Melalui skema KPBU ini, investor akan mengelola teknologi pengolahan sampah, sedangkan Pemda DIY akan membeli produk turunan dari sampah yang sudah diolah. Beny melanjutkan bahwa tahap market sounding juga akan berlangsung hingga akhir 2023 nanti.
Ke depannya, tepatnya pada awal tahun 2025, proses KPBU ditargetkan sudah mampu beroperasi untuk mengolah sampah Kota Yogyakarta hingga Kabupaten Sleman dan Bantul. Dengan begitu, TPA Piyungan akan meninggalkan metode sanitary landfill, yakni sistem pengelolaan sampah dengan membuang dan menumpuk sampah di lokasi yang cekung.***