Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pergerakan Indeks saham Amerika Serikat (AS) di bursa efek Wall Street dilaporkan menguat, seperti Indeks S&P 500 (.SPX) naik 1,9 persen, pada perdagangan Rabu (15/11/2023).
Kenaikan serupa juga terjadi pada perdagangan saham Dow Jones Industrial Average (.DJI) yang melonjak 1,4 persen diikuti kenaikan Indeks saham Komposit Nasdaq (.IXIC) yang melesat naik 2,4 persen, hingga jadi yang tertinggi sejak 27 April 2023, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Menyusul yang lainnya indek saham STOXX 600 pan-Eropa juga ikut terseret naik sekitar 1,3 persen pada Rabu pagi. Adapun penguatan ini terjadi setelah Departemen Tenaga Kerja merilis data inflasi bulanan Amerika.
Baca juga: Terdaftar di Bursa Saham AS, Startup asal Singapura Ini Kumpulkan 100 Stakeholder di Jakarta
Dimana laju inflasi bulanan Amerika Serikat di periode Oktober 2023 dilaporkan melandai ke level 3,2 persen secara year-on-year (yoy). Anjlok tajam bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 3,7 persen yoy.
Menurut laporan Departemen Tenaga Kerja penurunan ini terjadi dampak dari susutnya harga barang dan jasa di pasar AS termasuk seperti harga BBM yang melambat sebesar 5,3 persen.
Hingga harga bensin turun sekitar 5 persen jadi 33 sen per galon, sedangkan harga gas rata-rata secara nasional saat ini dibanderol 3,47 dolar AS per galon, turun dari harga awal yang dibanderol 3,80 dolar AS per gallon.
“Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi pendorong penurunan indeks harga konsumen (CPI) di AS, mengimbangi harga sewa properti yang masih memanas,” jelas Departemen Tenaga Kerja AS.
Tak hanya itu, dalam laporan tertulis yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS, laju inflasi inti yang tidak termasuk komponen pangan dan energi juga melandai di level 4,0 persen (yoy), dari sebelumnya dipatok di kisaran 4,1 persen (yoy). Berkat dorongan tersebut, inflasi AS secara keseluruhan dari bulan September ke Oktober, turun 0,4 persen pada bulan sebelumnya.
Sinyal positif ini yang membuat para investor meyakini bahwa Bank Sentral The Fed akan kembali menerapkan pelonggaran moneter, dengan menurunkan laju suku bunga di akhir tahun 2023.
Baca juga: 20 Tahun Melantai di Bursa Efek Indonesia, Saham BBRI Telah Naik 61,5 Kali
"Pergerakan hari ini kembali ke wilayah positif karena adanya konsensus yang berkembang bahwa the Fed kemungkinan besar akan menunda kenaikan suku bunga tahun ini," kata Greg Bassuk, kepala eksekutif AXS Investments dikutip dari Reuters.
Sebelum laporan inflasi dirilis, sejumlah Penasihat Ekonomi di Asosiasi Bankir Amerika sempat memproyeksi bahwa The Fed akan menjaga suku bunga tetap stabil, setelah menaikan suku bunga di level rendah yakni 5,25-5,50 persen .
Proyeksi ini diperkuat lantaran selama beberapa kali Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengisyaratkan rencana penurunan suku bunga setelah kenaikan moneter yang agresif.