Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) buka suara soal ramainya ajakan memboikot produk yang terafiliasi dengan Israel.
Menurut Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey, dibeli atau tidak dibelinya produk tersebut pada dasarnya adalah hak dari setiap konsumen.
Baca juga: Pengusaha Ritel: Seruan Boikot Berdampak Pada Sektor Yang Kena Imbauan
"Konsumen ini perlu makanan itu. Perlu minuman ini. Jadi hak konsumen itu kan memilih membeli dan mendapatkan produk," katanya dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2023).
"Kami mau menyatakan bahwa memilih membeli, mengkonsumsi, itu hak konsumen. Hak masyarakat," lanjutnya.
Ia mengatakan, jika nantinya masyarakat harus mengganti ke produk lain, tak ada jaminan bisa langsung cocok.
Dengan bergantinya masyarakat ke produk lain yang tidak terafiliasi, disebut Roy bisa saja tidak cocok dan menimbulkan dampak tertentu.
"Nah ketika hak itu tidak tercapai, lalu mereka gimana? Apakah harus menggantikan? Mengganti kalau cocok. Kalau tidak cocok dan menimbulkan efek dan lain-lain, itu yang tidak kita harapkan," ujar Roy.
Ia memberi satu contoh ketika ada seorang konsumen yang memiliki bayi yang harus diberi susu, kini kesulitan membeli produk susu tersebut karena diboikot.
Baca juga: Tanggapi Boikot Produk Israel, Menaker Ida: Itu Ekspresi Kepedulian pada Saudara Kita di Palestina
Si konsumen itu akhirnya memutuskan untuk beralih ke produk lain. Roy bilang, ketika berpindah ke produk lain, bisa saja ada kemungkinan yang tak diinginkan terjadi.
"Akhirnya harus tergantikan dan mungkin nanti kita berharap tetap sehat. Tapi kalau tidak sehat jadinya atau berdampak kan tentu menjadi satu masalah," kata Roy.
Baca juga: Bantuan ke Palestina Tersendat, Abidzar Al Ghifari Sepakat Boikot Produk Israel Jadi Cara Efektif
Lebih lanjut, Roy mengingatkan bahwa konsumsi masyarakat ini berperan besar dalam perekonomian Indonesia.
"278 juta masyarakat Indonesia makan dan minum itu berkontribusi (ke) ekonomi kita, sehingga bisa 5 persen (pertumbuhan ekonomi Indonesia)," ujarnya.