Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi X DPR RI meminta pemerintah untuk meninjau ulang soal kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen.
Alasannya, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif masih dalam masa transisi pemulihan pasca pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menilai pemerintah tidak arif jika meningkatkan pemasukan negara lewat pajak saat pelaku industri hiburan sedang berusaha bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi negara.
Selain, menurut Dede, pemerintah harus melibatkan para pelaku industri dalam pembahasannya agar angka yang ditetapkan rasional. Pemerintah seharusnya tidak sepihak dalam pembahasan penentuan pajak hiburan.
"Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang," kata Dede di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Dia beralasan, ketika pandemi berakhir, sektor pariwisata bangkit lebih lama. Tahun 2022 mulai bangkit hingga 2024 memasuki fase survive.
"Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspirasi para pelaku industri hiburan," terang Dede.
Dede berpandangan, upaya pemerintah untuk menaikan pemasukan negara lewat pajak berpotensi berdampak buruk pada industri pariwisata di Indonesia. Ditambah daya beli masyarakat yang belum naik signifikan.
Baca juga: Tarif Pajak Hiburan Diprotes Lantaran Naiknya Ketinggian, Menteri Sandi Tawarkan Dialog
"Pariwisata di Indonesia juga sedang berusaha bertahan. Saya melihat perlu ditinjau ulang jumlah besarannya (persentase pajak hiburan). Kalau ingin meningkatkan pemasukan lewat pajak, perlu diperhatikan aspirasi para pelaku usaha industri hiburan," tutur Dede.
Sebelumnya, Pemerintah menetapkan batas bawah (40 persen) dan batas atas (75 persen) untuk tarif pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa pada 2024. Apa alasan Pemerintah?
Baca juga: Inul Daratista Keluhkan Pajak Hiburan Naik, Was-was Usaha Karaokenya Makin Sepi
Ketentuan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), dan baru mulai berlaku pada 2024.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lydia Kurniawati menerangkan alasan pemerintah menetapkan batas bawah pajak hiburan atas jasa diskotik hingga spa ialah dikarenakan jasa tersebut tergolong jasa hiburan khusus.
"Jasa diskotek, karaoke, kelab malam, hingga spa, tidak dinikmati oleh masyarakat umum, sehingga diperlukan perlakuan khusus terhadap kegiatan-kegiatan tersebut. Untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya," ujar Lydia di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Selain itu, pungutan pajak hiburan untuk jasa diskotek hingga spa sebelumnya juga sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"PBJT ini bukan jenis pajak baru," tambah Lydia.
Hanya saja perbedaannya pada aturan lama pemerintah tidak menetapkan batas bawah tarif pajak hiburan dan hanya mengenakan batas atas, yakni sebesar 75 persen.