Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai persetujuan pemerintah dalam revisi aturan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, jadi bentuk hadirnya negara dalam menciptakan keadilan energi.
“Revisi aturan terkait dengan penggunaan PLTS Atap sudah memenuhi dan memberikan keadilan energi. Revisi tersebut tidak memberatkan beban APBN dan tetap memberikan ruang bagi energi terbarukan bagi sebagian masyarakat,” kata Marwan kepada wartawan, Jumat (9/2/2024).
Marwan mengatakan revisi peraturan tersebut diharapkan bisa menjadi jalan tengah untuk meningkatkan pemasangan panel surya mendatang.
Secara detil, ia menututkan bahwa, revisi aturan tersebut tidak ada lagi jual-beli (ekspor-impor) dalam aturan listrik PLTS Atap.
Dengan demikian, APBN tidak akan terbebani adanya keharusan membeli listrik yang dibangkitkan dari PLTS Atap.
"Jadi, APBN bisa digunakan untuk mensubsidi yang lain. Ini penting untuk masyarakat yang masih membutuhkan subsidi. Kan rata-rata yang memasang PLTS Atap orang mampu," ungkapnya.
Adapun untuk masyarakat yang mampu membangkitkan listrik dari PLTS Atap, tetap bisa menggunakan listrik yang dihasilkan PLTS Atap sesuai kapasitas yang dipasang.
Nantinya, regulasi baru tersebut akan diakomodasi dalam Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 tahun 2021 mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung ke Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Lebih lanjut Marwan menjelaskan bahwa kapasitas listrik yang dihasilkan oleh PLTS Atap harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
“Konsumen sebaiknya memasang PLTS Atap sesuai dengan kebutuhannya. Kemudian, akan disesuaikan dengan kuota yang akan ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.
Keputusan revisi Permen ESDM 26/2021 menurutnya merupakan awal yang tepat untuk membentengi kepentingan negara dalam menjaga kedaulatan energi.
Selain Permen PLTS Atap, Marwan juga memberi perhatian pada skema Power Wheeling yang diisukan akan masuk ke dalam rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Menurutnya skema ini juga akan membebani masyarakat dan pemerintah jika diberlakukan.
Baca juga: PLTS Atap Tanpa Investasi Telah Kurangi 685 Juta Kg Emisi Karbon
“Dengan adanya Power Wheeling, Pemerintah bakal sulit menentukan tarif listrik yang berkeadilan bagi masyarakat. Selain itu juga soal keandalan pasokan daya bagi masyarakat yang bakal dipertaruhkan,” katanya.