News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pakar: Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Sejalan dengan Penelitian

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi minuman kemasan berpemanis. Hasil riset atau meta analisis yang sudah amat banyak dilakukan di seluruh negara di dunia menyimpulkan bahwa konsumsi sugary drinks ini dikaitkan dengan diabetes dan obesitas.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Global Health Security Dicky Budiman mengatakan sudah banyak riset yang dilakukan terhadap minuman berpemanis atau sugary drinks.

Hasil riset atau meta analisis yang sudah amat banyak dilakukan di seluruh negara di dunia menyimpulkan bahwa konsumsi sugary drinks ini dikaitkan dengan diabetes dan obesitas.

“Dari riset itu minuman berpemanis bisa meningkatkan angka penderita diabetes tipe II dan obesitas,” kata Dicky kepada Tribun, Jumat (15/3/2024).

Menurutnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memberikan rekomendasi agar jumlah penderita diabetes tipe II dan obesitas mesti dikendalikan.

Baca juga: Diabetes Meningkat, Kemenkes Minta Kemenkeu Segera Terapkan Aturan Cukai Minuman Berpemanis

Dalam kajian WHO menyimpulkan minuman berpemanis buatan tidak memberikan manfaat jangka panjang bagi dewasa maupun anak-anak.

“Sehingga penerapan cukai minuman berpemanis sejalan dengan penelitian,” ungkap Dicky yang juga Epidemiolog.

Mengingat dampaknya bisa kepada risiko kematian, Dicky memandang konsumsi gula tambahan tersebut harus ditekan sebagaimana rekomendasi WHO.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan berencana menerapkan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan mulai tahun ini.

Dirjen Bea Cukai Askolani menegaskan wacana itu didukung oleh Kementerian Kesehatan.

Pun, DJBC sudah berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk penerapan cukai MBDK pada tahun ini.

Pihaknya juga berkoordinasi dengan lintas kementerian untuk menyiapkan regulasi serta review kebijakan mengenai minuman berpemanis dalam kemasan.

Pemerintah baru akan mengumumkan mengenai kelanjutan rencana kebijakan tersebut pada waktunya.

Belum Bertumbuh

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo menyampaikan penjualan industri minuman siap saji saat ini tengah mengalami penurunan dan masih dalam masa pemulihan pasca pandemi Covid-19.

"Masih stagnan. Sebelum Covid penjualan antara 8 miliar liter dan pada masa covid terjadi penurunan menjadi 6,6 miliar liter, kemudian 2021 naik menjadi 7,1 miliar liter dan 2022 ke angka 8,7 miliar liter,” kata Triyono dalam Konferensi Pers Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024.

“Semua kategori minuman siap saji atau RTD mengalami penurunan yang sangat signifikan di tahun 2020 dan di tahun 2021 masih belum menunjukkan recovery dibanding pre-pandemic level," tuturnya.

Data terakhir menunjukkan, Compunded Annual Growth Rate (CAGR) industri minuman 3 tahun terakhir ada di angka nol persen atau tidak ada pertumbuhan.

"Artinya secara pertumbuhan industri tidak ada pertumbuhan. Ini menjadi tantangan kita semua di sebagai pelaku industri minuman," imbuhnya.

Yang saat ini mendominasi penjualan industri minuman adalah Air Minum Dalam Kemasan atau AMDK dengan kontribusi sekitar 60-70 persen dari total volume.

Posisi kedua ada minuman teh kemasan.

"Tetapi kita lihat dalam 3 tahun terakhir pun sejak pandemi ternyata teh juga tidak tumbuh. Inilah tantangannya, di mana Covid itu berdampak besar bagi industri. Industri minuman ringan masih dalam proses pemulihan pasca Covid-19," ungkap Triyono.

Tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1 persen dari 2022 ke 2023, namun penyumbang utama dari pertumbuhan tersebut adalah air mineral.

Tanpa penjualan air mineral industri minuman ringan mengalami pertumbuhan negatif atau minus 2,6 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini