Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, BOYOLALI - Tahun 2017 ke belakang, sampah jadi masalah yang menghantui Desa Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Warga desa masih terbiasa membuang sampah sembarangan, terutama di aliran sungai di sekitar desa.
“Padahal kami itu desa wisata, tapi kok sampahnya masih seperti itu, di jalanan desa juga banyak sampah beterbangan,” kata Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tumang, Desa Cepogo, Boyolali, Felani Ade Widakdo saat berbincang dengan Tribunnews.com, Senin, 10 Maret 2024.
Berbagai jenis sampah bertebaran di jalan-jalan desa, dan yang paling kentara menumpuk di aliran sungai dan lembahan.
Letak geografis Desa Cepogo yang berada di lereng Gunung Merbabu membuat banyak lembah dan aliran sungai di sekitar desa.
Masalah sampah jadi perhatian pertama Felani ketika mengawali pendirian BUMDes Tumang pada tahun 2019.
“Kami melakukan pemetaan swadaya pada 2018, yang paling terlihat adalah masalah sampah, masih buang sampah sembarangan dan memang belum ada yang mengelola, sesederhana ambil sampah kemudian buang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) itu masih belum ada,” kata Felani.
Pelayanan angkut sampah adalah program pertama yang dijalankan BUMDes Tumang ketika berdiri 2019.
“Untuk meyakinkan warga agar mau mengumpulkan sampah agar diambil tiap hari saja itu sudah cukup sulit,” kata Sekretaris BUMDes Tumang, Indri Hapsari.
Indri mengatakan hampir satu tahunan lebih menyakinkan warga agar tidak membuang sampah ke aliran sungai atau ngarai di sekitar desa.
Strategi yang ia lakukan adalah membentuk kelompok di rumah-rumah agar mau membuang sampah secara kolektif.
“Pelan-pelan sih akhirnya warga mau, sosialisasi terus kami lakukan di 48 RT yang ada di Desa Cepogo ini, dan iuran pengangkutan sampah kami mintanya ke kelompok rumah, bukan per individu, jadi lebih ringan,” terang Indri.
Pelayanan sampah oleh BUMDes Tumang perlahan mulai berjalan dan membuat Desa Wisata Cepogo makin bersih, menunjang penampilan desa wisata yang sudah terlebih dahulu disandang.
Tercatat sampah rumah tangga yang terkumpul di Desa Cepogo mencapai 70 ton sampah per bulannya.
“Desa Cepogo itu desa industri logam, tapi sampah rumah tangganya tak kalah banyak, 70 ton sebulan, DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Boyolali juga heran dengan jumlah sampah dari Desa Cepogo,” beber Direktur BUMDes Tumang yang akrab dipanggil Felani ini.
Pelayanan angkutan sampah dimulai dengan sebuah mobil pikap milik Pemerintah Desa Cepogo.
Kemudian tahun 2021, BUMDes Tumang bisa membeli sebuah truk untuk pengangkutan sampah desa.
“Sekarang total ada 4 armada, pikap dari desa, truk BUMDes dan ada tambahan 2 motor roda tiga yang bisa menjangkau ke pemukiman yang padat,” kata Felani.
Bank sampah dan budi daya maggot
Pelayanan angkutan sampah BUMDes Tumang kemudian berkembang dari sekadar mengangkut dan membuang, kini sudah menjadi pengelolaan sampah.
“Dulu awalnya hanya angkut, kumpulkan lalu kami buang ke TPA di Boyolali, sejak 2 tahun belakangan sudah mulai ada bank sampah, yang non organik dan bisa dimanfaatkan dikelola jadi kerajinan,” ujar Felani.
Bank sampah dimulai dengan membentuk kesadaran warga untuk mulai memisahkan sampah organik dan non organik ketika membuang sampah di tempat sampah.
Pengangkutan akan dibedakan ketika mengangkut sampah organik dan non organik.
Sampah kemudian diangkut ke dua gedung seluas kurang lebih 200m2 yang berdiri di tanah desa.
Satu gedung untuk pengolahan sampah non organik jadi kerajinan tangan, sedangkan gedung lainnya digunakan untuk budi daya maggot.
“Mulai akhir 2023 kami sudah mengembangkan pengolahan sampah organik dengan maggot, ini sudah berjalan,” ujar Felani.
Menurutnya budi daya maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF) menjadi salah satu cara efektif pengolahan sampah organik.
“Awalnya dari temen dan internet, lalu kami mencoba belajar, sekarang kami sudah bisa membudidaya sejak telur, harga telur per gram lumayan mahal, sekarang sudah bisa ternak sendiri, bisa hemat banyak,” terangnya.
Felani menerangkan, maggot bisa memakan sampah organik dengan sangat efektif.
“Sekarang kami agak kewalahan, sampah organik yang masuk sudah hampir tidak bisa menandingi kecepatan maggot ketika makan,” kata Felani.
Sampah organik dari rumah tangga tinggal ditumpuk di atas maggot-maggot yang ditempatkan dalam bak semen di atas tanah.
Dalam hitungan jam, sampah organik sudah bisa dimakan oleh maggot.
“Kotoran maggot jadi kasgot, itu pupuk organik yang sangat bagus, biasanya dimanfaatkan oleh petani desa untuk pupuk, belum kami jual, dipakai warga desa saja dulu, ” terangnya.
“Maggot kami pelihara sampai dua mingguan, setelah itu kami panen, ada sebagian lagi untuk indukan, jadi tidak putus,” tambah Felani.
Adapun maggot dibudidaya dalam kurun waktu 14 hari dengan hasil setiap panen sekitar 150 kg maggot basah.
“Per Maret ini harga sekilo maggot basah di angka 6 ribu per kilo, sedangkan maggot kering di angka 30 ribu per kilo, sudah lumayan mengingat kami sudah bisa budidaya dari telur, dan sekarang sudah banyak yang pesan dari marketplace Facebook,” kata Felani.
Dalam satu bulan, BUMDes Tumang sudah bisa dua kali tebar benih dengan total produksi 2 hingga 3 kuintal maggot basah.
Maggot jadi incaran para peternak unggas dan lele karena memiliki nutrisi tinggi.
“Alhamdulillah untuk pengelolaan sampah kami sudah bisa tanda kutip menghasilkan, yang organik jadi maggot dan kasgot, yang non organik jadi kerajinan, yang kami buang ke TPA Boyolali sekarang sudah sedikit sekali,” kata Felani.
Efektivitas pengelolaan sampah organik dengan maggot juga diamini oleh Kelompok Studi Ilmiah (KSI) Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Ketua Umum KSI FP UNS Nur Mayazah Churin'in, mengatakan budi daya maggot Black Soldier Fly (BSF) menjadi solusi efektif dalam upaya pemanfaatan limbah organik.
“Budi daya maggot BSF dapat menjadi alternatif pakan yang murah dan ramah lingkungan dan yang terpenting bisa meningkatkan perekonomian masyarakat yang membudidaya,” kata dia.
Di sisi lain, Kepala Desa Cepogo Mawardi mengatakan BUMDes Tumang dibentuk dengan tujuan untuk mengatasi masalah yang ada di desa.
“Yang kentara memang pengelolaan sampah, dulu tidak ada pengangkutan, sekarang hampir tiap hari sudah ada yang keliling ambil sampah, dan muaranya sudah bisa ke nilai ekonomi, ada maggot dan kerajinan tangan,” kata Mawardi.
Dengan program BUMDes Tumang tersebut, Desa Cepogo menjadi satu di antara Desa BRILiaN yang berprestasi di Indonesia.
Desa Cepogo mendapatkan penghargaan Juara Nugraha Karya Desa BriliaN 2021.
“Tahun 2021 sudah bisa berprestasi di nasional, kami dari desa tentu sangat menghargai kerja keras teman-teman di BUMDes, sisi PAD (Pendapatan Asli Desa) dari BUMDes sudah oke, budidaya maggot juga sudah mulai menghasilkan,” kata Mawardi.
Mawardi menambahkan, selain BUMDes Tumang yang memang aktif, Desa Cepogo juga sudah memanfaatkan internet untuk sarana promosi desa.
“Penilaian Desa BRILiaN kan ada BUMDes yang aktif dengan program kerja bagus, adanya BRILink dan juga pemanfaatan teknologi internet,” ujar kepala desa yang sudah dua kali menjabat ini.
" BUMDes Tumang benar-benar dari 0 ketika membuat program layanan sampah di desa, bukan yang ujug-ujug ada, perubahan budaya buang sampah sembarangan ke buang sampah pada tempatnya tentu sangat kami apresiasi, apalagi sekarang ada nilai ekonomis dari sampah yang dikelola," kata Mawardi.
Ada beberapa unit usaha yang membuat BUMDes Tuman sering jadi percontohan bagi BUMDes lainnya, yakni BRILink BUMDes Tumang dan Pertashop.
Di media sosial, BUMDes memiliki grup Facebook bernama Waroeng Online yang kini juga bertransformasi ke WhatsApp Group (WAG).
Untuk media promosi, BUMDes Tumang juga punya Radio Tumang yang siarannya mencakup hingga Kota Boyolali.
BUMDes Tumang juga membuka pusat oleh-oleh dan rest area Kangen Ndeso. Konsepnya, toko ini menyediakan produk makanan dan minuman khas Cepogo.
BRI RO Jogja bina 320 Desa BRILiaN
Regional CEO BRI Yogyakarta, John Sarjono dalam keterangan tertulisnya menyampaikan ada 320 Desa BRILiaN yang ada di wilayah Regional Office Yogyakarta.
“Desa Cepogo di Boyolali termasuk Desa BRILiaN yang berprestasi, yakni pernah jadi Juara Nugraha Karya Desa BriliaN 2021,“ kata John Sarjono.
John Sarjono mengatakan Desa BRILiaN merupakan program inkubasi desa yang bertujuan menghasilkan role model dalam pengembangan desa melalui implementasi praktik kepemimpinan desa yang unggul dan semangat kolaborasi .
Desa – desa yang tergabung dalam program Desa BRILiaN diharapkan menjadi sumber inspirasi kemajuan desa yang dapat direplikasi ke desa-desa lainnya.
“Kami fokus mendampingi desa untuk mengasah potensi apapun yang ada di daerah tersebut, dengan tujuan tentu desa bisa berkembang lebih baik lagi,” kata dia.(*)