TRIBUNNEWS.COM - Kawasan Kemuning di lereng barat Gunung Lawu terkenal dengan kebun teh yang menghampar seluas 473 hektare sejak zaman Belanda.
Namun di antara luasnya kebun teh, tidak dibarengi dengan adanya produk teh lokal yang bisa dijadikan buah tangan khas Kemuning.
Hal itu yang melatarbelakangi Eko Wuryanto membuat teh produksi rumah tangga khas Kemuning.
“Saya mulai 2014, karena pada waktu itu teh lokal yang asli Kemuning bisa dikatakan belum ada, yang khas, beda dengan yang pabrikan, maka saya mulai mendirikan Teh Gambyong ini,” kata Eko Wuryanto, Sabtu, 27 April 2024.
Gambyong adalah nama tarian dari Solo yang biasanya dipertunjukkan untuk menyambut tamu yang datang ke suatu daerah, filosofi itu juga yang dianut Eko Wuryanto untuk menamai teh racikannya.
“Saya juga seneng tarian Gambyong, lebih dari itu, ini teh harapannya bisa menyambut siapapun yang datang ke Kemuning dengan cita rasanya yang khas,” ujar pria yang akrab disapa Yanto ini.
Yanto mengatakan Teh Gambyong mempunyai ciri khas yang tak dipunyai daerah lain, yakni teh yang beraoma dan memiliki rasa kopi pada setiap seduhannya.
“Teh hitam kami itu sering disebut teh rako singkatan dari rasa kopi, karena memang secara aroma, rasa dan warna mirip kopi, tapi itu teh,” kata dia.
Keunikan Teh Gambyong yang bercita rasa kopi adalah hasil racikan rahasia dari Eko dan keluarga.
“Faktor lain, dulu kebun teh di Kemuning kan memang diselang-seling dengan kopi, itu juga berpengaruh besar, namun untuk memunculkan rasanya, itu ada racikannya,” kata dia.
Dengan kekhasan rasa Teh Gambyong, racikan Eko Wuryanto dan keluarga kini menjadi satu di antara teh yang kerap dicari wisatawan yang plesir di Kemuning.
Ajak warga lokal kolaborasi
Rumah Teh Gambyong bisa mengolah ratusan kilo teh basah per harinya dengan alat semi modern.
“Sehari rata-rata bisa 300 kg teh basah, itu hasil jadinya kira-kira 75 kg teh siap jual,” kata dia di Rumah Teh Gambyong di Dusun Mbadan, Kemuning, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah.
Untuk memenuhi kapasitas produksi, Yanto biasanya mengambil dari petani lokal Kemuning yang berdomisili di sekitar rumahnya.
Kolaborasi dengan petani lokal dilakukan Yanto untuk menjaga kualitas dan ciri khas Teh Gambyong tetap terjaga.
"Tidak semua teh bisa diolah jadi rasa kopi, makanya untuk menjaga kualitas, kami ngajaknya ya tetangga sendiri," kata Yanto.
“Dari pengeringan,penggulungan sampai pengeringan dan jadi teh siap jual semua dilakukan di rumah sini, pakai mesin yang bisa dikatakan semi modern untuk ngejar kapastitas produksi,” kata dia.
Rumah pembuatan teh milik Yanto ini juga menjual berbagai jenis teh racikan, seperti teh jahe, teh mint, teh serai, teh ulong, teh putih, hingga teh hijau.
“Untuk teh jahe, serai itu kami menggunakan jahe dan serai asli, jadi manfaat kesehatannya bisa lebih optimal,” kata dia.
Teh dijual mulai 7 ribu rupiah hingga 50 ribu untuk kualitas premium.
“Dari kami 7 ribu itu untuk Teh Hitam kemasan 120 gram, kalau di toko suvenir mungkin ada selisih lebih mahal sedikit tapi masih terhitung sangat murah,” terangnya.
KUR BRI jadi modal pengembangan usaha
Teh Gambyong juga menjadi satu diantara sekian banyak UMKMyang menjadi binaan BRI.
"Awalnya karena dulu pernah ambil KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk pengembangan usaha, tahun 2018," kata Yanto.
Ia mengambil KUR BRI senilai 150 juta rupiah untuk membeli mesin produksi.
"Total 300 juta untuk pengembangan usaha, setelah itu kami jadi binaan BRI," ujarnya.
Selain menjual kepada wisatawan, Teh Gambyong merambah pasar di beberapa daerah di Indonesia.
"Solo Raya, Jogja, Semarang hingga luar kota seperti Jakarta dan Surabaya itu sudah ada yang pesan, biasanya pernah coba di Kemuning lalu repeat order," katanya.
Faktor lain yang memengaruhi pemasaran teh lokal hingga ke beberapa daerah di Indonesia adalah pameran UMKM yang sering diikuti oleh Teh Gambyong.
“Kami salah satu UMKM binaan BRI, jadi sering banget diajak pameran-pameran sama BRI, dari situ pemasaran kami tambah luas,” kata dia.
BRI dukung UMKM Indonesia berkembang
Regional CEO RO BRI Yogyakarta, John Sarjono, menyatakan perseroan berkomitmen dengan pengembangan UMKM di Indonesia.
Ia menyebut, saat ini sekitar 70 persen nasabah BRI berasal dari sektor UMKM.
Karenanya, BRI kian bersinergi dengan banyak pihak untuk fokus memajukan UMKM.
“UMKM harus naik kelas dan mandiri. Untuk mewujudkannya, BRI menyediakan kredit bunga ringan. Tapi, pembinaan UMKM tak cukup dengan pemberian kredit. Agar UMKM lebih maju, harus ada proses inklusi dan literasi guna meningkatkan kemampuan manajemen,” ujarnya.
Kredit disalurkan ke seluruh wilayah DIY, Karesidenan Banyumas, Kedu, dan Solo Raya di 33 kantor cabang utama.
Direktur Utama BRI, Sunarso, menyampaikan, realisasi penyaluran kredit oleh perseroan hingga akhir September 2023 tumbuh 12,53 persen secara tahunan menjadi Rp1.250,72 triliun.
“Penyaluran kredit UMKM BRI tumbuh 11,01 persen dari semula Rp935,86 triliun pada akhir kuartal III-2022 menjadi Rp1.038,90 triliun pada akhir kuartal III-2023. Porsi kredit UMKM BRI mencapai 83,06 persen dibanding keseluruhan kredit BRI,” urai Sunarso lewat keterangan tertulis, belum lama ini.
Ia menambahkan, keberhasilan BRI dalam menyalurkan kredit kepada debitur diimbangi dengan manajemen risiko yang cukup baik.
Buktinya, kualitas kredit atau non-performing loan (NPL) BRI tercatat hanya 3,07 persen atau lebih baik ketimbang NPL pada periode sama tahun lalu sebesar 3,09 persen.
“Kami siapkan dua strategi. Pertama, BRI menaikkelaskan nasabah eksisting dengan berbagai program pemberdayaan dan pendampingan. Kedua, BRI mencari sumber pertumbuhan baru di segmen ultramikro,” katanya.
John Sarjono menambahkan BRI memfasilitasi UMKM dalam penyediaan akses pembayaran digital baik melalui alat transaksi EDC (Electronic Data Capture) maupun QRIS (Quick Response Code Standar Indonesia).
Pada lingkup wilayah kelolaan BRI Regional Office Yogyakarta, pada 2022 sejumlah 9.282 merchant telah menggunakan EDC BRI dan 209.285 merchant telah menggunakan alat transaksi QRIS BRI.
Kemudian pada 2023 sejumlah 10.296 merchant telah menggunakan EDC BRI dan 245.053 merchant telah menggunakan alat QRIS.
Di Februari 2024, jumlah UMKM pengguna EDC BRI telah mencapai 11.309 UMKM dan pengguna QRIS sebanyak 264.456 UMKM.
Adapun dari nilai transaksi penggunaan QRIS makin meningkat dari tahun ke tahun.
“QRIS di 2022 sebesar Rp 315 juta dan ditutup dengan peningkatan hingga Rp1,7 T di Tahun 2023,” kata John Sarjono melalui keterangan tertulisnya (*)