Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menegaskan, penggunaan sabuk pengaman dinilai penting pada selama penerbangan. Juga sebagai antisipasi dalam mengurangi risiko cedera pada setiap penumpang pesawat.
Hal tersebut merespon insiden turbulensi yang terjadi pada penerbangan Singapore Airlines SQ321 pada Selasa (21/2024) hingga menewaskan satu orang penumpang dan 79 lainnya luka-luka.
"Sabuk Pengaman hanya dieratkan ketika take off, landing, dan turbulence. Diluar itu, gunakanlah sabuk pengaman dengan longgar, agar nyaman dan tetap menahan badan kita dari resiko kelempar jika terjadi turbulence berat," kata Gerry dikutip melalui akun X, Kamis (23/5/2024).
Baca juga: Pesawat SQ321 Singapore Airlines Diduga Kena Badai Petir, Penumpang Berteriak Sakit Saat Turbulensi
Menurut Gerry, perubahan iklim cuaca ekstrim seperti turbulence, badai, dan Clear Air Turbulence akan terus meningkat. Meskipun Clear Air Turbulence itu saat ini belum bisa dideteksi oleh radar cuaca pesawat.
"Makanya penting untuk selalu menggunakan sabuk pengaman ketika pesawat dalam fase cruising," tegas Gerry.
Selain itu Gerry menjelaskan bahwa turunnya ketinggian pesawat SQ321!dari 37000 kaki ke 31000 kaki merupakan aksi crew untuk mengamankan pesawat dan penumpang dari kondisi turbulence buruk dengan mencari ketinggian yang aman/nyaman.
"Data dari Flightradar24 memperlihatkan terjadinya turbulensi, melalui data granular yang dipublish oleh situs tersebut. Data granular yang disampaikan oleh situs tersebut juga hanya menggambarkan secara garis besar apa yang terjadi," tutur Gerry.
"Untuk detil informasi pergerakan pesawat pada saat turbulence berat tersebut, membutuhkan data dengan time interval yang jauh lebih rapat. Data granular dengan time interval 1-3 detik, masih kurang untuk menggambarkan secara detil kejadian tersebut. Butuh data FDR untuk itu," sambungnya.
Sehingga, Gerry mengklaim bahwa Clear Air Turbulence bisa terjadi di pesawat airline mana saja. Artinya, turbulensi itu bukan disebabkan dari pesawat itu sendiri, melainkan cuaca yang ekstrim.
"Jangan sampai ada yang masih ngoceh-ngoceh sembarang, "naik maskapai X pasti gak goyang, kalo maskapai Y goyang terus, pokoknya payah deh," atau "kalo gak mau goyang-goyang pakai maskapai yang ini aja jangan yang itu," terangnya.
Baca juga: Buka Suara setelah Insiden Turbulensi Parah, Singapore Airlines Minta Maaf
Sebelumnya, penerbangan Singapore Airlines SQ321 dengan menggunakan pesawat Boeing 777-300ER mendarat darurat di Bangkok, Thailand pada Selasa (21/5). Pendaratan ini dilakukan setelah Pilot menyatakan darurat medis.
Singapore Airlines SQ321 yang beroperasi dari London Heathrow ke Singapura tiba-tiba mengalami turbulensi ekstrem di Cekungan Irrawaddy pada ketinggian 37.000 kaki.
Singapore Airlines Chief Executive Officer Goh Choon Phong mengatakan, sebanyak 143 penumpang insiden turbulensi keras penerbangan Singapore Airlines SQ321 telah mendarat di Singapura pada Rabu (22/5/2024) pukul 05.05 waktu setempat.
"Penerbangan bantuan dengan 143 penumpang dan awak SQ321 yang dapat melakukan perjalanan mendarat di Singapura pagi ini pukul 5.05," kata Phong dikutip melalui akun media sosial resmi Singapore Airlines, Rabu.
Sedangkan 79 penumpang lainnya masih berada di Bangkok, Thailand untuk mendapatkan perawatan medis. Diketahui, penerbangan Singapore Airlines SQ321 membawa 211 penumpang dan 18 awak kabin. Dari total tersebut, satu orang terkonfirmasi meninggal dunia.
"79 penumpang lainnya dan enam awak masih di Bangkok. Ini termasuk korban cedera yang menerima perawatan medis, serta keluarga dan orang-orang tercinta mereka yang berada dalam penerbangan tersebut," tutur Phong.