News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bisa Untung Rp12 Triliun, Menko Luhut Turun Tangan Dorong Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Berdasarkan data IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan turun tangan ingin implementasi minyak jelanta dapat menjadi bahan bakar untuk industri aviasi atau penerbangan.

Menurut Luhut, hal tersebut sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura. Di samping itu, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya.

"Di mana 95 persennya di ekspor ke beberapa negara," ujar Luhut di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Baca juga: Minyak Jelantah Laku Diekspor, AEMJI Bidik Kenaikan Pengumpulan Hingga 20 Persen dari SIMIJEL

Luhut mengatakan, pada hari ini dirinya turun tangan untuk memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.

"Mengapa hal ini penting ? Berdasarkan data IATA, Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan," terang Luhut.

Hal tersebut, lanjut dia, dengan asumsi kebutuhan bahan bakar ini mencapai 7.500 ton liter hingga 2030. Sebagai informasi, Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B.

"Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil," kata Luhut.

Luhut menambahkan, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina, diestimasikan bahwa penjualan SAF secara domestik dan ekspor.

"Dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya. Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN," tambah Luhut.

Seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting. Dari berbagai data dan kajian, ucap Luhut, dia menyimpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia.

"Sehingga upaya menciptakan Bahan Bakar Aviasi Ramah Linkungan (SAF) ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global. Saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita launching selambatnya pada Bali Air Show, September mendatang," terang Luhut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini