Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penyalahgunaan Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS dalam transaksi keuangan digital belakangan marak terjadi. Sebagian diantaranya merupakan tindak penipuan.
Diantaranya, modus menciptakan QRIS palsu yang seolah-olah berasal dari toko atau merchant yang sah hingga modus lain seperti scamming.
Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) berpendapat, kasus-kasus penyalahgunaan QRIS menjadi tanggungjawab semua pihak terkait.
Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Aries Setiadi mengimbau agar masyarakat agar selalu bijak dan waspada dalam bertransaksi digital menggunakan metode pembayaran QRIS.
"Upaya pencegahan penyalahgunaan QRIS yang terjadi dalam transaksi keuangan digital merupakan tanggung jawab bersama sehingga perlu ada cara untuk memitigasi risiko yang timbul," ujar Aries saat dihubungi, Jumat (7/6/2024).
Dia mengatakan, Aftech rutin melakukan kegiatan edukasi dan lliterasi bukan hanya kepada pengguna namun juga kepada merchant serta anggota- anggota. Selain itu, menurutnya, penting agar masyarakat teredukasi dalam produk dan layanan fintech legal dan menghindari yang ilegal.
"Aftech juga telah menerbitkan Kode Etik bagi Penyelenggara Aktivitas Payment Initiation dan Acquiring Service (PIAS) Serta Fasilitator Transaksi Pembayaran Lainnya," terang Aries.
Anggota Aftech di dalam kelompok sistem pembayaran didorong mematuhi prinsip-prinsip Governance, Risk Management, dan Compliance (GRC) dan pelindungan konsumen.
Beberapa langkah yang dapat dijadikan sebagai solusi yang perlu diperhatikan dalam bertransaksi digital menggunakan QRIS.
Baca juga: Pakar Teknologi: Penyalahgunaan QRIS Jadi Tanggungjawab Seluruh Pihak
Antara lain memastikan pemilik QR adalah lembaga resmi, periksa keaslian kode QR, tidak sembarangan membagikan kode QR dan tidak sembarangan memindai kode QR di website.
"Mohon untuk tidak memindai kode QR yang memiliki perbedaan dari nama atau institusi pemilik website."
"Jika memang dari pihak penerima pembayaran sudah memberitahu bahwa ada perbedaan, kita sebagai pengguna tetap harus pastikan ulang, jangan sampai yang memberikan informasi tersebut merupakan penipu bukan pihak resmi," kata Aries.
Baca juga: 7 Kelebihan Menggunakan Metode Transaksi QRIS
Pernyataan Aftech di atas merespon pendapat Heru, pengamat teknologi dan Direktur Eksekutif ICT Institute yang menyatakan kasus penyalahgunaan QRIS menjadi tanggung jawab seluruh pihak.
Pengguna atau merchant, merchant aggregator, payment Gateway, OJK hingga BI bersama sama mencari solusi untuk melakukan perbaikan. Kasus penyalahgunaan juga harus dilihat secara kasus per kasus.
"Merchant bisa saja mereka izinnya merchant dan lolos verifikasi, tapi kemudian disalahgunakan melakukan kejahatan. Semua pihak termasuk unsur pemerintah punya tugas mengawasi supaya hal-hal negative tersebut tidak terjadi," ujar Heru di Jakarta, Kamis (30/5/2024).
Saat ini berbagai modus penipuan menggunakan QRIS sering terjadi. Misalnya, modus menciptakan QRIS palsu yang seolah-olah berasal dari toko atau merchant yang sah.
Modus lain seperti scamming dimana pelaku penipuan mengaku sebagai pihak yang sah dan menawarkan hadiah (Giveaway) jika korban melakukan transfer mengunakan QRIS.
Ada lagi modus dengan mengaku pihak dari bank dimana korban dalam percakapan dengan pelaku diminta memberikan informasi OTP dan dipandu melakukan transaksi QRIS.
"Ke depan harus bersama-sama mengantisipasi dan memitigasi dampak negatif yang ditimbulkan. Harus ada manajemen resiko yang dibahas bersama seluruh pihak," ujar Heru.
Heru, menambahkan pengguna atau konsumen harus diberikan edukasi agar penggunaan QRIS tidak disalahgunakan. Penegakan hukum juga harus dilakukan memberikan efek jera dengan menindak pelaku yang memang melakukan penyalahgunaan.
"Bank Indonesia, OJK, punya fungsi dan harus bergerak cepat apabila terjadi penyimpangan. Khusus yang menyalahgunakan langsung blokir akunnya sehingga menyelamatkan uang masyarakat yang sudah menyetor," tutur Heru.
Berdasarkan data, ekosistem ekonomi digital masih menunjukkan pertumbuhan positif. Dari sisi transaksi, BI mencatat per April 2024 nominal transaksi melalui QRIS masih tumbuh triple digits 194,06 persen yoy.
Jumlah pengguna QRIS juga meningkat menjadi 48,90 juta, dengan jumlah merchant 31,86 juta, termasuk UMKM. Nominal transaksi digital banking juga tumbuh 19,08 persen yoy, hingga mencapai Rp5.340,92 triliun.
Pengesahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juga dipandang legitimasi dari Pemerintah dan regulator terhadap industri fintech.
Pertumbuhan industri fintech dan ekosistem ekonomi digital di Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan progresif dan dukungan Pemerintah telah membawa perubahan positif bagi inklusi keuangan di Indonesia.