News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KLHK Ungkap Sampah Plastik di Hari Raya Idul Adha Mencapai 608 Ton, Kesadaran Produsen Diperlukan

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Selain mengurangi produksi kemasan saset, diperlukan dukungan untuk sistem guna ulang sebagai solusi mengatasi krisis sampah.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan sampah plastik pada perayaan Idul Adha tahun ini mencapai 608 ton, meningkat dari 357 ton pada tahun 2023.

“Potensi timbulan sampah diperkirakan sejumlah 608 ton dari 121,5 juta lembar kantong keresek,” kata Direktur Pengurangan Sampah KLHK, Vinda Damayanti dikutip Kamis (20/6/2024).

Dia menegaskan bahwa kantong plastik mengandung zat karsinogen dan logam berat timbal (Pb) yang berbahaya bagi kesehatan.

Untuk menekan sampah plastik, KLHK menganjurkan untuk ke depan penggunaan wadah sendiri untuk pembagian daging kurban.

Baca juga: Selesaikan Masalah Kronis Sampah Plastik: Pengurangan dan Pengolahan Sampah Berbasis Carbon Neutral

Hasil audit jaringan gerakan Break Free From Plastic (BFFP) yang berlangsung dari Oktober 2023 hingga Februari 2024 sejumlah produsen konsumer menajdi penyumbang sampah kemasan saset di Indonesia.

Kemasan saset yang praktis dan murah ternyata menyumbang masalah besar bagi lingkungan.

Diperkirakan sekitar 855 miliar saset terjual per tahun secara global.

Namun, karakter kemasan yang terdiri dari berbagai jenis plastik dan lapisan foil membuatnya sulit didaur ulang, sering kali berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan mencemari lingkungan.

“Produsen yang sama terus muncul sebagai penyumbang sampah terbesar. Penting untuk mempertimbangkan langkah-langkah lebih bertanggung jawab ke depannya, termasuk tidak lagi menggunakan kemasan saset,” ujar Alaika Rahmatullah, Koordinator Audit Merek Ecoton.

Namun, sampai sekarang hanya 18 dari 42 produsen yang melaksanakan proyek percontohan untuk pengurangan sampah.

Selain mengurangi produksi kemasan saset, diperlukan dukungan untuk sistem guna ulang sebagai solusi mengatasi krisis ini.

Bisnis-bisnis sistem guna ulang seperti Kecipir, Alner, dan Hepicircle mulai bermunculan, menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan.

Peneliti di YPBB Fictor Ferdinand menilai pemerintah perlu menciptakan regulasi yang mendukung pengemasan ulang untuk produsen besar, serta mendukung bisnis refill masyarakat.

“Bisnis refill dan reuse yang dikembangkan masyarakat adalah contoh nyata sistem yang dapat diadopsi oleh produsen besar. Namun, regulasi dan mekanisme perizinan saat ini tidak mendukung pengemasan ulang,” tambahnya.

Dengan perjanjian plastik global yang sedang dinegosiasikan, kini adalah momen penting untuk mendorong pengurangan produksi plastik dan beralih ke sistem guna ulang yang lebih berkelanjutan.
--

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini