News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dua Perusahaan Eropa Batal Investasi di RI, Bos Harita Ungkap Kondisi Bisnis Nikel di Masa Depan

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk , Roy Arman Arfandy (tengah) dalam agenda paparan publik di Jakarta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua perusahaan asal Eropa yakni BASF dan Eramet batalkan investasi pemurnian nikel pada Proyek Sonic Bay di Maluku Utara. Padahal, proyek tersebut memiliki nilai 2,6 miliar dolar AS.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, keputusan BASF dan Eramet untuk tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan akan perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan, khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Terlebih, harga komoditas tersebut mengalami penurunan dalam kurun waktu belakangan ini.

Baca juga: Laba Bersih Naik 20 Persen di 2023, Harita Nickel Tebar Dividen Rp 1,6 Triliun

Lantas, apakah industri nikel yang dibanggakan Pemerintah ini makin meredup ke depannya?

Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel, Roy Arman Arfandy mengatakan industri nikel saat ini memang tengah mengalami fluktuasi.

Beberapa pihak menilai turunnya harga nikel disebabkan terjadinya kelebihan pasokan alias over supply di pasar global.

"Kalau mengenai pendapat nikel tidak menarik lagi dan over supply ada sebagian benarnya, saat ini memang kondisi supply dunia terhadap nikel itu ada kondisi over supply karena adanaya penignaktan jumlah produksi yang dihasilkan oleh indonesia," ungkap Roy dalam agenda paparan publik yang berlangsung di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Baca juga: BASF Batal Investasi Rp 42 Triliun di Proyek Sonic Bay, Ini Respons Pemerintah

"Tapi setelah beberapa kali ketemu sejumlah analis, dan beberapa perusahaan-perusahaan sekuritas dari luar negeri, mereka melihat bahwa kondsi ini sebenarnya tidak jelek-jelek banget," sambungnya.

Roy meyakini, prospek bisnis nikel kedepannya akan semakin positif seiring berkembangnya industri dan ekosistem kendaraan listrik di dunia.

Terlebih Pemerintah Indonesia kini juga tengah fokus membangun industri baterai kendaraan listrik, di mana nikel adalah salah satu bahan utamanya.

"Untuk baterai kita lihat bahwa saat ini tetap bertumbuh, memang pertumbuhan secara persentase itu tidak setinggi yang diestimasi oleh pemain nikel atau analis di dunia," papar Roy.

"Tapi demand terhadap baterai mobil lsitrik sendiri tetap tumbuh bahkan sekitar double digit pertumbuhannya tiap tahun, cuma memang ekspekstasi dari market cukup tinggi terhadap pertumbuhan Electric Vehicle atau Electric Vehicle di dunia," pungkasnya.

BASF Tak Jadi Investasi di Indonesia

Pemerintah melalui Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) angkat suara terkait pembatalan rencana investasi pemurnian nikel oleh BASF dan Eramet pada Proyek Sonic Bay di Maluku Utara.

Baca juga: BASF Akan Inves Rp 38 Triliun untuk Bangun Pabrik Baterai EV di Indonesia

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan menyampaikan, BASF dan Eramet sejatinya telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay senilai 2,6 miliar dolar AS di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.

Jika dikonversi ke dalam rupiah, angka tersebut setara Rp42,6 triliun (asumsi kurs Rp16.405 per dolar AS).

Proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

Nurul Ichwan menyampaikan, bahwa keputusan BASF dan Eramet untuk membatalkan investasinya adalah keputusan bisnis yang diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini," ungkapnya dalam pernyataan tertulis yang diperoleh, Kamis (27/6/2024).

"Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini," sambungnya.

Ia menegaskan, hal ini tidak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di Indonesia.

Nurul juga mengungkapkan, minat investor asing di sektor hilirisasi tetap tinggi dan bahkan beberapa proyek investasi di sektor tersebut telah mencapai tahap realisasi.

Sebagai contoh, proyek smelter tembaga terbesar di dunia milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur resmi beroperasi mulai 27 Juni 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini