Inflasi dalam negeri, ujarnya, akan naik secara signifikan, daya beli tertekan, pertumbuhan ekonomi terhambat, dan kemiskinan semakin meningkat.
"Melemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak pada para pelaku usaha, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang komponen impor pada bahan bakunya tinggi. Biaya produksi mereka dapat meningkat karena harga komoditas dasar yang diimpor dari luar negeri naik, yang pada akhirnya memengaruhi bisnis mereka," imbuh Amin.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, tambahnya, juga bisa berdampak pada APBN, dengan belanja pemerintah membengkak, terutama untuk belanja energi dan pertahanan yang terkait dengan impor.
Selain itu, pembayaran cicilan utang dan bunga dalam mata uang Dolar akan menjadi lebih mahal, yang pada akhirnya memperkecil ruang fiskal anggaran negara.
Belanja APBN akan lebih membengkak karena asumsi Dolar AS digunakan untuk belanja pemerintah yang terkait impor, serta cicilan utang dan bunga yang menjadi lebih tinggi. Artinya, ruang fiskal mengecil dan sektor riil terdampak karena belanja pemerintah berkurang.
"Saya khawatir, situasi yang tampak baik di permukaan, pada akhirnya akan menjadi bom waktu bagi pemerintahan baru nanti. Begitu dilantik, terlalu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Ini akan mempengaruhi efektivitas kerja pemerintahan ke depan," terang Amin.