Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov mengatakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menghadapi ktantangan mekanisme penyesuaian tarif penjualan tenaga listrik yang tidak berjalan sejak 2018.
Utamanya lanjutnya, mekanisme penyesuaian tarif untuk golongan pelanggan menengah ke atas atau pelanggan non subsidi.
“Terutama untuk golongan pelanggan menengah ke atas,” kata Abra kepada wartawan, Jumat (26/7/2024).
Di satu sisi Abra menyatakan kemampuan PLN dalam meningkatkan kinerja bisnisnya, bisa menjadi modal dalam menjaga kepercayaan publik di tengah besarnya tantangan sektor ketenagalistrikan.
“Perbaikan kinerja bisnis BUMN Listrik tersebut merupakan modal yang penting dalam menjaga kepercayaan publik di tengah besarnya tantangan di sektor ketenagalistrikan,” kata Abra.
Ia mengatakan seiring pemulihan ekonomi nasional dalam 3 tahun terakhir, kinerja bisnis PLN terlihat punya tren positif ditandai dengan perolehan laba yang naik 53,12 persen dari Rp14,41 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp22,07 triliun pada 2023.
Hal ini menurutnya, turut meningkatkan kontribusi PLN bagi negara dengan kenaikan setoran dividen pada tahun buku 2023 tercatat sebesar Rp3,09 triliun atau lebih tinggi 41,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp2,19 triliun.
“Besaran angka dividen tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya. Kontribusi tersebut juga ditunjukkan melalui setoran pajak dan PNBP hingga Rp52,57 triliun,” kata Abra.
Baca juga: Tarif Listrik PLN untuk 13 Golongan Periode Agustus 2024 Batal Naik, Ini Rincian Terbarunya
Dia juga melihat PLN punya komitmen dalam mendukung transisi energi yang tercermin dari kenaikan daya terpasang pembangkit EBT yang tumbuh 3,1 persen dari 8.530 Mega Watt (MW) pada 2022 menjadi 8.780 MW pada 2023.