News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nilai Tukar Rupiah

Sore Ini Nilai Tukar Rupiah Menguat ke Level Rp16.281 per Dolar AS

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah ditutup pada level Rp 16.281 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan Senin (29/7/2024).

Rupiah menguat 0,12 persen dari akhir pekan lalu yang ada di Rp 16.301 per dolar AS

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan, penguatan nilai tukar rupiah difaktori bank sentral yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga.

Selain itu, juga eskalasi di timur tengah, turut menjadi penyebab pelemahan nilai tukar dolar.

Baca juga: IHSG Rebound ke Level 7.263, Nilai Tukar Rupiah Lesu Pagi Ini

"Kekhawatiran akan melambatnya pemulihan ekonomi Tiongkok, menyusul serangkaian pembacaan yang lemah sepanjang Juli, memicu aksi jual yang berkepanjangan di pasar Tiongkok," ujar Ibrahim dalam keterangannya, Senin (29/7/2024).

Ketidakpastian politik AS juga membebani pasar Tiongkok, terutama dengan investor yang tidak yakin tentang bagaimana pemerintahan AS berikutnya akan memperlakukan Beijing.

Sedangkan dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun 2024 diperkirakan hanya akan bergerak stabil di level 5,1 persen. Adapun pada kuartal I 2024 ekonomi RI tumbuh 5,11 persen.

"Ekspansi fiskal yang kuat, pembelanjaan terkait pemilu, dan investasi kemungkinan besar akan menjaga pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di atas 5,0 persen tahun ini," kata Ibrahim.

Adanya rebound pada daya beli konsumen dan memudarnya dampak belanja pemilu. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,9 persen yoy pada kuartal pertama, atau masih di bawah rata-rata periode sebelum COVID-19, yakni sebesar 5 persen.

"Kami berpendapat bahwa lambatnya penciptaan lapangan kerja di sektor formal dapat mengurangi peningkatan konsumsi pada semester kedua," imbuh Ibrahim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini