Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa berpendapat, program pompanisasi yang digagas Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memperluas areal tanam masih minim kajian.
Sebab menurutnya, program pompanisasi itu harus menyasar pada wilayah-wilayah yang cocok sehingga sesuai dengan jenis pompa yang disalurkan.
"Itu kan tidak melalui kajian, dalam arti kan program pompanisasi ini mendadak ganti menteri, lalu kemudian tiba-tiba banyak anggaran dialihkan untuk program pompanisasi kan seperti itu, ya sehingga tidak ada perencanaan yang matang tergantung itu," kata Dwi Andreas saat dihubungi Tribunnews, Selasa (6/8/2024).
Andreas menyatakan, tidak semua wilayah memerlukan bantuan pompa untuk menggenjot produksi tanam. Sebab, di beberapa wilayah justru membutuhkan pompa sumur atau bahkan sumur-sumur dalam yang diperlukan.
Baca juga: Polemik Pompanisasi Tidak Tepat Sasaran, Anggota Komisi IV Sudah Beri Catatan ke Kementan
"Di beberapa wilayah yang justru diperlukan adalah pompa sumur dalam itu, tapi yang di pompa-pompa yang sekarang didistribusikan itu kan untuk katakanlah dari air sungai, dinaikkan ke lahan dan seperti itu, bukan pompa yang sumur dalam," ucap dia.
Andreas bilang bahwa selama wilayah memiliki sumber air yang bisa dilakukan pompa untuk mengairi sawah, maka pompanisasi itu dianggap cocok dipakai di wilayah tersebut.
"Lalu apakah memang ada air yang bisa dinaikkan ke lahan, lalu jenisnya, apakah yang diperlukan justru pompa pengeboran sumur, pembikinan sumur, bukan pompa yang diperlukan, tapi sumur-sumur dalam yang diperlukan," ungkapnya.
Di satu sisi dia menilai, permasalahan yang terjadi saat ini adalah adanya ketidaksesuaian penyaluran program pompanisasi di wilayah-wilayah, lantaran jenis pompa yang diperlukan tidak sesuai dengan yang diperlukan oleh kelompok tani di daerah tersebut.
"Jadi ya, yang seperti yang disampaikan KSP ada benarnya, dan itu banyak kasus-kasus ditemukan seperti yang disampaikan KSP," tegasnya.
Adapun pompanisasi adalah program irigasi sawah menggunakan sistem pipa yang terpasang dari sungai serta air tanah ke sawah-sawah. Ini diklaim berguna untuk memastikan ketersediaan air di musim kering.
Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri telah menargetkan 75 ribu unit pompa untuk disebar di banyak titik irigasi di Indonesia. Sejauh ini, telah diaplikasikan pompa sebanyak 63 ribu unit.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono menilai program pompanisasi ini tidak tepat sasaran. Hal itu dia temukan saat mengunjungi Temanggung, Jawa Tengah.
Kala itu, Edy dan pihaknya berkesempatan melakukan dialog bersama petugas di lapangan terkait penyaluran pompa untuk program pompanisasi. Di sini ia menemukan ketidaktepatan sasaran tersebut.
"Kami mendapatkan laporan bahwa alokasi atau penyaluran pompa dalam program pompanisasi dikhawatirkan ada beberapa yang tidak tepat sasaran," kata Edy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, Senin (5/8/2024).
Ia mengatakan, kala itu ia mengunjungi Kecamatan Bansari yang berada di dataran tertinggi. Di situ hampir tidak ada sawah karena yang banyak ditanami adalah komoditas hortikultura.
Namun, Bansari malah menjadi satu dari sekian kecamatan yang mendapatkan jatah pompa.
"Di situ hampir tidak ada sawah karena yang banyak ditanami itu adalah komoditas hortikultura. Ada cabai, tembakau, bawang merah, dan sebagainya. Tidak ada sawah di situ, tetapi mendapatkan jatah pompa," ujar Edy.