Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Ditjen IKFT Kemenperin) mengungkap bahwa mahalnya harga obat di Indonesia karena 90 persen Bahan Baku Obat (BBO) masih berasal dari impor.
Atas hal itu, Sekretaris Ditjen IKFT Kemenperin Kris Sasono Ngudi Wibowo mengatakan, otomatis Indonesia masih sangat bergantung terhadap BBO impor.
China dan India merupakan dua negara yang menjadi pemasok terbesar BBO di Indonesia.
Saat ini, Kemenperin sedang mencoba terus melakukan pengembangan BBO di dalam negeri.
Baca juga: Devisa Negara Sudah Terkuras Rp396 Triliun, Menteri Bahlil Bakal Tekan Impor Migas
"Nah di Indonesia, kita sedang mencoba terus mengembangkan bahan baku obat dalam negeri. Sudah banyak tuh, sudah belasan, puluhan, yang sudah berhasil dibuat di Indonesia dan sudah menjadi bagian penting dari produksi obat dalam negeri," kata Kris ketika ditemui di kawasan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/8/2024).
"Untuk pengembangan bahan baku obat sekarang sudah agak masif. Mulai banyak perusahaan yang coba mengembangkan untuk bahan baku obat," sambungnya.
Ia berharap, dengan makin banyaknya produksi BBO di dalam negeri, ketersediaannya pun akan terjaga, sehingga bisa menurunkan angka impor.
Selain itu, Kris meyakini jika pengembangan BBO di dalam negeri lebih masif, juga bisa mengurangi harga obat di pasaran.
Dalam mendorong pengembangan BBO di dalam negeri, Kemenperin lebih mendorong perusahaan memajukan metode penelitian dan pengembangan (reasearch and development/RnD).
"Jadi sebenarnya itu lebih banyak dari RnD-nya perusahaan industri, dia bisa enggak mengembangkan dari bahan baku lokal menjadi produk obat. Itu yang penting," ucap Kris.
"Bagaimana dia bisa menyerap bahan baku lokal, misalkan bahan baku apa yang di-adopt dari lokal, kemudian dia diimplementasikan ke obatnya sendiri," lanjutnya.