TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI F-PKS Mulyanto menyebut, sejumlah syarat yang harus dipenuhi apabila pemerintahan baru ke depan ingin mengalihkan subsidi BBM yang ada sekarang menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Pertama, pemerintah harus memperbaiki dan memperbarui data penerima bantuan agar lebih akurat dan transparan.
Hal ini menurutnya penting dilakukan karena selama ini banyak laporan yang menyatakan BLT tidak tepat sasaran.
"Penerimanya itu-itu saja, bahkan orang yang relatif berada, sementara masyarakat yang lebih pantas malah tidak mendapatkan BLT," kata dia kepada wartawan Minggu (29/9/2024).
Kedua, sistem pendistribusiannya harus baik, yaitu langsung diberikan ke masyarakat tanpa perantara pihak manapun seperti yang selama ini terjadi.
Cara ini diyakini Mulyanto akan memperkecil risiko potongan oleh pihak yang coba cari keuntungan dari pembagian BLT ini.
"Hal ini bisa juga meminimalisasi penyalagunaan BLT menjadi alat kampanye politik pihak tertentu. BLT ini hak masyarakat, bukan hadiah penguasa. Jadi jangan dilabeli dengan materi-materi kampanye atau pencitraan siapapun," ucap Mulyanto.
Syarat ketiga, kata Mulyanto, pemerintah harus memperbaiki sistem pengawasan untuk meminimalisasi penyimpangan penyaluran BLT.
Sebab itu pemerintah harus menyiapkan aparat penegak hukum dan aturan yang tegas untuk menindak pihak-pihak yang coba berbuat curang.
"Hal lain yang perlu dilakukan juga Pemerintah harus melakukan efisiensi anggaran. Pengurangan atau pengalihan subsidi BBM sebaiknya harus diikuti dengan efisiensi anggaran," ucapnya.
Jangan sampai subsidi untuk rakyat dikurangi tapi subsidi untuk pengusaha dan kelompok bisnis tertentu tetap jalan. Contohnya pemberian dana PSN ke proyek komersial swasta seperti PIK 2 dan BSD. Kebijakan ini tentu tidak adil," lanjut Mulyanto.
Baca juga: Pembatasan BBM Subsidi Jadi Oktober 2024? Ini Bocoran Terbaru dari Kementerian ESDM
Selain itu, lanjut Mulyanto, pemerintah harus berani mengevaluasi proyek ambisius yang menelan anggaran sangat banyak seperti IKN. P
Dia menilai, pemerintahan Prabowo harus berani ambil sikap atas proyek tak terencana ini. Bila dianggap memberatkan APBN sebaiknya dihentikan.
Apalagi Presiden Joko Widodo secara tidak langsung menyatakan sudah nyerah karena baru menyadari bahwa memindahkan ibu kota negara dan ASN tidak mudah.
"Syarat ini perlu dilakukan agar bantuan tepat sasaran dan masyarakat miskin tidak makin berat beban hidupnya," pungkas Mulyanto.