Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) diminta bersiap menghadapi krisis baru yang berpotensi merusak perekonomian negara, di tengah meningkatnya ketegangan konflik geopolitik di Timur Tengah.
Ancaman ini muncul tepat setelah para pembuat kebijakan Amerika mulai yakin bahwa mereka telah berhasil mengendalikan inflasi tanpa mendorong ekonomi ke dalam resesi.
Namun pasca perang antara Israel dengan Iran pecah, harga minyak perlahan mulai mengalami lonjakan, dimana harga minyak West Texas Intermediate untuk kontrak November dipatok 73,71 dolar AS per barel, sementara Brent untuk kontrak Desember dibanderol naik 77,62 p dolar AS.
Baca juga: Alarm Resesi Picu Kepanikan Investor di AS, Bursa Wall Street Rontok, Saham Asia Anjlok
Meskipun gejolak di Timur Tengah tersebut belum sampai membuat pasokan terganggu, namun isu konflik yang semakin memanas berpotensi untuk terus mengerek harga minyak, membuat para ekonom berspekulasi bahwa harga minyak dunia akan terkerek lebih tinggi mencapai rekor baru.
"Ada ketidakpastian baru," kata Joseph E. Gagnon, peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, mengutip dari New York Post.
"Jika kita kehilangan produksi minyak di Timur Tengah, jika pelabuhan tidak berfungsi, maka keduanya akan menimbulkan inflasi," imbuh Joseph.
Meningkatnya konflik di Timur Tengah merupakan skenario yang paling mengkhawatirkan bagi ekonomi dunia. Meski dampak konflik Israel dan Iran tidak separah perang Ukraina-Rusia. Namun karena kedua wilayah tersebut dikenal sebagai tempat penyimpanan kilang minyak terbesar dunia.
Oleh karena itu banyak pihak khawatir apabila ketegangan perang antara kedua negara tersebut dapat memicu pemangkasan ekspor BBM di tengah tingginya minat beli masyarakat dunia.
Apabila hal tersebut terjadi maka harga BBM di pasar global akan melonjak menyebabkan guncangan harga minyak yang dapat memicu kembali inflasi di seluruh dunia, termasuk AS yang perekonomiannya perlahan mulai pulih.
Baca juga: Inggris Cabut Bantuan Karena Resesi, Belasan Ribu Pengungsi Ukraina Jadi Gelandangan
"Selama konflik di Timur Tengah masih terkendali, dampak utama terhadap ekonomi AS kemungkinan besar akan ditularkan melalui harga energi," kata Michael Feroli, kepala ekonom AS di JP Morgan.
Untuk mengantisipasi terjadinya krisis pasokan, sejauh ini Analis di Capital Economics menyarankan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi, menggantikan ekspor minyak Iran yang hilang.
Langkah ini dilakukan untuk menekan lonjakan harga minyak yang kemungkinan besar bakal naik hingga 90 dolar AS per barel dari harga saat ini dipatok sekitar 75 dolar AS.
Selain kenaikan harga minyak dunia, efek Badai Helene juga berpotensi memicu turbulensi pada perekonomian Amerika. Menurut AccuWeather, kerusakan dan kerugian ekonomi akibat badai, saat ini telah membuat AS merugi 145 miliar dolar AS hingga 160 miliar dolar AS.
Merugikan pengeluaran konsumen di negara bagian seperti Alabama, Carolina Selatan, Georgia, Florida, Carolina Utara, Virginia dan Tennessee.