TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto telah malantik Kabinet Merah Putih yang akan membantunya lima tahu kedepan.
Yang menjadi sorotan publik adalah kembalinya Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Sri Mulyani Indrawati ke dalam skuad di bidang ekonomi Kabinet Prabowo.
Sebagaimana diketahui Sri Mulyani ditunjuk kembali menjadi Menteri Keuangan, sementara Luhut menjadi Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dalam pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
Ekonom dari The Prakarsa, AH Maftuchan mencoba menjelaskan alasan-alasan Presiden Prabowo, kembali memasukkan dua tokoh tersebut ke dalam kabinetnya.
Hal itu disampaikan AH Maftuchan saat wawancara via Zoom dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu D Ambarita, Selasa (22/10/2024).
"Dewan Ekonomi Nasional yang dikepalai oleh LBP itu sebenarnya sinyal kuat bahwa Pak Airlangga (Airlangga Hartarto) sebagai Menko Ekonomi dipandang oleh Pak Presiden Prabowo tidak memiliki posisi yang kuat untuk melakukan fungsi-fungsi koordinasi, supervisi, dan sinkronisasi kementerian, lembaga di bidang perekonomian," ujar Maftuchan.
Selain itu, menurut dia, ada kedekatan pribadi Prabowo dengan Luhut, mengingat Ketua DEN itu merupakan seniornya di militer.
"Jadi tentu saja Pak Prabowo akan lebih nyaman dengan Pak LBP," jelasnya.
Dan kalau hubungan LBP dengan Prabowo ini boleh disebut sebagai hubungan abang-adik, sehingga tentu akan meminimalisir potensi konflik," jelasnya.'
Sementara terkait Sri Mulyani, dia menilai Presiden Prabowo masih belum menemukan sosok lain yang tepat untuk menjadi Bendahara Negara.
"Menurut saya, Pak Presiden Prabowo cukup kesulitan untuk menemukan profil lain yang sepadan dengan Bu Sri Mulyani," jelasnya.
Pemodal Hilirisasi Mineral Harus Didominasi Investor Lokal
Maftuchan mendorong para investor lokal untuk dapat beramai-ramai berinvestasi di hilirisasi sektor sumber daya mineral.
Hal ini perlu dilakukan agar nilai ekonomi yang dihasilkan dari ekosistem hilirisasi ini dapat dinikmati penuh oleh Indonesia.
Bayangkan, apabila investasi sektor tersebut didominasi oleh asing, tentunya keuntungan hilirisasi akan lebih banyak dinikmati oleh pihak luar.
Menurut Maftuchan, hal ini perlu dilakukan apabila Pemerintah benar-benar ingin menggenjot ekonomi tumbuh di angka 8 persen.
"Saya melihat beberapa hal yang menjadi tumpuan Pemerintah Presiden Prabowo untuk mengejar target pertumbuhan 8 persen salah satunya industrialisasi atas hilirisasi sumber daya alam yang kita miliki," ungkap Maftuchan.
"Sehingga sumber daya alam yang kita miliki akan bernilai tambah ekonomi secara domestik, karena kita tidak lagi mengekspor bahan mentah dan baku. Kita akan mengolah barang mentah dan baku menjadi barang jadi dan setengah jadi, baru kita ekspor," sambungnya.
Untuk itu, apabila Indonesia ingin mengejar nilai tambah pada ekosistem hilirisasi lebih optimal, diupayakan para pemodal ekosistem ini harus didominasi investor dari dalam negeri.
Diketahui, saat ini Pemerintahan Prabowo-Gibran tengah berambisi mengejar target pertumbuhan ekonomi nasional di angka 8 persen.
Salah satu upayanya memaksimalkan potensi sumber daya alam, melalui program industrialisasi dan hilirisasi.
"Oleh sebab itu ke depan, kalau mau mengejar 8 persen maka kita harus mulai mengurangi dominasi investasi China atau investasi negara lain seperti di nikel," paar Maftuchan.
"Kita dorong untuk investor dalam negeri yang lebih banyak lagi persentasenya, sehingga dampak nilai tambahan ekonomi dari nikel ini bisa optimal," pungkasnya.(*)
Selamat menyaksikan wawancara lengkapnya hanya di YouTube Tribunnews!