TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkap, setidaknya 13 negara baru, termasuk Indonesia resmi menjadi negara mitra aliansi BRICS. Pengumuman itu diungkap Putin saat pidato dalam Sesi Pleno di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Kazan.
"BRICS secara resmi menambah 13 negara baru ke aliansi sebagai negara partner (bukan anggota penuh)," demikian pernyataan resmi BRICS di X, Kamis (24/10/2024).
Daftar 13 negara baru yang bergabung dalam aliansi BRICS diantaranya Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.
"Ekspansi ini menandai babak baru bagi BRICS seiring upaya kita untuk terus membangun tatanan global yang lebih inklusif dan representatif," kata Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT BRICS, mengutip dari Tass.
"Dengan bergabungnya negara-negara mitra baru ini, kita menegaskan kembali komitmen kita untuk menciptakan dunia multipolar yang tidak hanya menguntungkan Barat tetapi juga semua kawasan," imbuh Putin.
Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui lebih dari 30 negara menyatakan ketertarikan untuk bergabung menjadi anggota kelompok ekonomi BRICS.
Meski tidak semua negara bisa mendaftar menjadi bagian dari BRICS, namun Putin mengatakan BRICS tak bisa mengabaikan keinginan puluhan negara itu untuk bergabung.
Menurutnya akan salah jika mengabaikan minat negara-negara di belahan bumi selatan dan timur, lantaran kehadiran mereka bisa berpotensi memperkuat hubungan dengan negara BRICS lainnya.
Sejarah BRICS
RICS sendiri merupakan akronim dari nama lima negara anggota forum bisnis internasional, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan).
Dicetuskan oleh ekonom Goldman Sachs, Jim O’Neill pada tahun 2001, BRIC awalnya dibentuk untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia pada abad ke-21.
Namun pada 2009 Brasil, Rusia, India, dan China mengadakan pertemuan di Ekaterinburg, Rusia, dan menyetujui untuk membentuk kelompok ekonomi baru yang diberi nama BRICS
Selama bertahun-tahun kelompok ini berusaha mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta kerja sama politik yang saling menguntungkan antara negara-negara anggota.
Baca juga: Putin Ajak Anggota BRICS Tinggalkan Dollar dan Buat Sistem Mata Uang Sendiri
Berkat optimisme ini BRICS berhasil menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir.
Hadirnya organisasi multilateral ini juga memberikan dampak yang signifikan pada pembentukan analisis fundamental dan analisis sentimen pasar terhadap mata uang di masing-masing negara.
Alasan tersebut yang kemudian membuat puluhan negara berminat untuk bergabung dalam kelompok ekonomi BRICS dengan tujuan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dalam negeri.
Vladimir Putin Sesumbar BRICS Kalahkan G7
Baru-baru ini Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan pencapaian produk domestik bruto (PDB) global dari negara-negara koalisi BRICS telah berhasil mengalahkan dominasi kelompok G7.
Putin mengungkap bahwa PDB BRICS, organisasi antarpemerintah yang beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan berkontribusi menyumbang ekonomi global sebesar 37,4 persen hingga nilainya mencapai 60 triliun dolar AS
Baca juga: Putin Buktikan Masih Punya Teman dengan Membesarnya BRICS, tapi Mungkin Akan Ada Konflik Internal
Lebih unggul ketimbang PDB dari kelompok G7 yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat yang hanya menyumbang 29,3 persen.
“Pada tahun 1992, G7 menguasai 45,5 persen PDB global, sementara BRICS hanya 16,7 persen. Namun pada 2023, perbedaan ini semakin besar, dengan BRICS yang terus tumbuh lebih besar, dan G7 terus menyusut," kata Putin, mengutip dari CNBC International.
“Kini lebih dari 40 persen pertumbuhan PDB global datang dari BRICS. Berdasarkan proyeksi tahun ini, pertumbuhan ekonomi BRICS akan mencapai rata-rata 4 persen, lebih tinggi dibandingkan G7 yang hanya tumbuh 1,7 persen,” imbuh Putin.