Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak mentah di perdagangan pasar global mengalami penurunan lebih dari dua persen, mencetak kerugian terbesar di pekan ini.
Mengutip data Reuters, harga minyak mentah Brent turun saat ini terun 1,52, atau 2,09 persen, menjadi 71,04 dolar AS per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS anjlok 1,68 dolar AS atau 2,45 persen, diobral jadi 67,02 dolar AS, Sabtu (16/11/2024).
Penurunan harga minyak di pekan ini terjadi tepat setelah Biro Statistik Nasional melaporkan data terkait kilang-kilang minyak Tiongkok yang memproses minyak mentah 4,6 persen,lebih sedikit secara year-on-year (yoy).
Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik, Tembus 74,26 Dolar AS Per Barel Imbas Tensi Geopolitik Iran VS Israel
Hal ini disebabkan oleh penutupan pabrik serta pengurangan operasi kilang independen. Selain itu, lemahnya pertumbuhan sektor manufaktur dan permasalahan di sektor properti juga semakin menekan harga minyak.
Serangkaian tekanan ini lantas meningkatkan kekhawatiran investor terhadap kesehatan ekonomi China sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia. hingga mereka melakukan wait and see membuat harga minyak anjlok ke level terendah di pekan ini.
"China memberikan pengingat tepat waktu tentang kondisi sebenarnya dari sektor minyak mereka. Pada Oktober, throughput kilang menurun untuk bulan ketujuh berturut-turut," ujar analis PVM, Tamas Varga.
Diperkirakan harga minyak AS akan terus tertahan di bawah 69 dolar AS per barel dampak munculnya surplus besar pada 2025. Hal tersebut senada dengan proyeksi para peramal utama pasar global yang mengindikasikan adanya perlambatan permintaan global di tahun ini.
Meski begitu, Badan Energi Internasional optimis pasokan minyak global akan melebihi permintaan pada tahun 2025 berkat adanya suplai tambahan dari negara-negara pengekspor minyak lainnya seperti Rusia.
Badan itu menaikkan perkiraan pertumbuhan permintaan pada 2024 sebesar 60.000 barel per hari menjadi 920.000 barel per hari, dan menargetkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak pada 2025 menjadi 990.000 barel per hari.
"Hambatan dari Tiongkok terus berlanjut, dan stimulus apa pun yang mereka ajukan dapat dirusak oleh putaran tarif baru oleh pemerintahan Trump," ucap John Kilduff dari Again Capital.