News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PPN Naik Jadi 12 Persen, YLKI: Masyarakat Lagi Mengalami Penurunan Pendapatan, Ini Memberatkan

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. YLKI mengusulkan agar pemerintah menangguhkan atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang direncanakan berlaku pada awal 2025.

Plt Ketua Pengurus Harian YLKI Indah Suksmaningsih memandang kebijakan ini akan memberi beban tambahan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi.

Indah paham bahwa kenaikan PPN pada dasarnya diamanatkan dalam Undang-undang No 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, menurut dia, situasi sosial dan ekonomi saat ini membuat kebijakan tersebut tidak relevan.

Baca juga: Kemenperin Berharap Industri Agro Tak Tahan Investasi Karena Adanya Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

"Di masa masyarakat mengalami penurunan pendapatan dan kenaikan harga kebutuhan pokok, menaikkan PPN dipastikan memberatkan rakyat," kata Indah dikutip dari keterangan tertulis pada Kamis (21/11/2024).

Indah menyebut kenaikan PPN yang terjadi sebelumnya pada April 2022, dari 10 persen menjadi 11 persen, masih dirasakan beratnya oleh masyarakat.

Ia menilai jika PPN dipaksakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025, hal ini akan semakin memperburuk daya beli konsumen.

Masyarakat berpotensi menunda atau bahkan membatalkan pembelian barang-barang yang dikenakan PPN tinggi.

Contohnya seperti barang elektronik, pakaian, dan peralatan rumah tangga.

"Dampaknya, dunia usaha dan industri pun akan terimbas, dengan penurunan penjualan yang berujung pada lesunya roda ekonomi," ujar Indah.

Lalu, ia menyebut kebijakan kenaikan PPN ini juga menimbulkan ketidakjelasan terkait kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani sebelum 1 Januari 2025.

Sebab, kontrak-kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Januari 2025 masih menggunakan PPN 11 persen.

"Siapa yang akan menanggung selisih harga akibat perubahan tarif PPN ini? Hal ini tentu akan menambah bingung para pelaku usaha dan konsumen," ucap Indah.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini