News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Upah Buruh

Respons Tuntutan Buruh, Kadin Nilai Kebijakan Pengupahan Harus Berorientasi pada Pertumbuhan Ekonomi

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi buruh. Kebijakan pengupahan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian nasional juga bisa menjadi katalisator peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai kebijakan pengupahan perlu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perindustrian Saleh Husin menyikapi tuntutan serikat buruh dalam membaca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada klaster Ketenagakerjaan.

Menurut Saleh, kebijakan pengupahan putusan tersebut perlu tetap berorientasi pada pertumbuhan ekonomi agar sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto.

Prabowo menetapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai sebesar 8 persen.

Baca juga: Buruh Minta Prabowo Tolak Draft Permenaker 2025 Tentang Upah Minimum

Saleh pun memandang kebijakan pengupahan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian nasional juga bisa menjadi katalisator peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.

"Salah satu strategi yang efektif dalam mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana amanat Presiden adalah dengan meningkatkan kontribusi industri nasional terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB)," katanya dikutip dari keterangan tertulis, Senin (25/11/2024).

Pada 2023, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia mencapai 18,67 persen.

Pada triwulan III 2024, sumbangsih sektor manufaktur mencapai sebesar 19,02 persen.

"Capaian ini masih jauh dari target kontribusi manufaktur sebesar 28 persen dalam upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045," ujar Saleh.

Industri manufaktur tak hanya bermanfaat untuk meningkatkan nilai tambah komoditi yang ada di Indonesia.

Saleh menilai industri manufaktur juga sangat bermanfaat dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

Dengan terciptanya lapangan kerja, Saleh menyebut tingkat kemiskinan bisa berkurang.

Industri Padat Karya Katalisator Kesejahteraan Masyarakat

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 51/M-IND/PER/10/2013 tahun 2013, ada enam kelompok industri yang dikategorikan sebagai sekotor padat karya.

Yaitu, industri makanan-minuman dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang dari kulit, industri alas kaki, industri mainan anak, serta industri furnitur.

Saleh mengatakan industri padat karya dapat menjadi katalisator alias bisa mempercepat perwujudan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.

Hal itu mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang mencapai 282 juta jiwa.

Namun, di sisi lain, Saleh mengatakan bahwa sektor padat karya termasuk kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan termasuk soal pengupahan.

"Sehingga manakala putusan MK terhadap UU Cipta Kerja pada klaster ketenagakerjaan dibaca atau ditafsirkan secara sepihak dengan kacamata kepentingan kelompok tertentu, akan berdampak negatif terhadap sektor padat karya," ucapnya.

PP 51/2023 Sudah Akomodasi Putusan MK

Secara prinsip, Saleh menjelaskan bahwa ketentuan pengupahan, sebagaimana dimaksud dalam putusan MK, telah memiliki semangat yang sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Secara substansi, PP 51/2023 telah mengakomodasi sejumlah hal yang berkaitan dengan putusan MK.

Contohnya seperti pengaturan indeks tertentu pada putusan MK terkait kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.

Lalu, soal prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kehidupan hidup layak bagi individu pekerja.

Sementara itu, Saleh menyebut ada poin dalam putusan MK yang tidak dapat langsung diberlakukan seketika dan tidak dapat dibebankan kepada sektor padat karya.

Itu terkait dengan putusan MK pada angka 12 dalam hal gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota.

"Untuk penetapan upah sektoral sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, harus diatur secara lebih teknis melalui Peraturan Pemerintah," tutur Saleh.

Maka dari itu, ia mengatakan pemerintah pusat melalui Kementerian Ketenagakerjaan perlu mengatur prosedur serta prasyarat untuk ditetapkan upah sektoral oleh Gubernur pada sektor tertentu yang tidak berdampak negatif.

Ini Kata Buruh

Dua konfederasi buruh terbesar di Indonesia yaitu, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak draft Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang baru tentang upah minimum 2025. 

Mereka menilai usulan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sangat bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengaku mendapatkan informasi draft terbaru Permenaker terkait upah. Di dalamnya, upah minimum dibagi menjadi dua yakni, upah minimum padat karya dan upah minimum padat modal.

"Kami menolak draf isi Permenaker tersebut. Pembagian dua kategori kenaikan upah minimum ini melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)," tegas Andi Gani, Senin (25/11/2024).

Andi Gani menjelaskan, dalam putusannya MK hanya menyatakan bahwa kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu atau alpha, dengan memperhatikan proporsionalitas Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
 
Sementara, dalam draft Permenaker tentang upah minimum dijelaskan bahwa bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum 2025 dapat dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan. 

Hal ini ditolak buruh karena penetapan upah minimum diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah sebagaimana keputusan MK.

Kemudian, penolakan dalam draft Permenaker tersebut yaitu upah minimum sektoral rencananya diserahkan dalam perundingan bipartit di tingkat perusahaan atau dikaburkan kalimatnya yang terkesan Dewan Pengupahan Daerah tidak perlu membahas penetapan upah minimum sektoral (UMSP dan UMSK).

"Jelas keputusan draft Permenaker ini bertentangan dengan keputusan MK, sehingga ditolak buruh," tuturnya.

Andi Gani menilai, draft Permenaker yang sedang dibuat oleh Menaker tersebut keseluruhan isinya ditolak oleh buruh.

Ia meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi. 

Lalu, UMSP berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi. 

Selanjutnya, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), berdasarkan rekomendasi bupati/walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.

Selain itu buruh menyarankan agar UMSK berdasarkan rekomendasi bupati/walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota

"Buruh percaya Bapak Presiden Prabowo Subianto akan memperhatikan tingkat kesejahteraan kaum buruh dengan tetap meningkat produktivitas dan kerja yang efisien," jelasnya.

Sementara, Presiden KSPI Said Iqbal menambahkan, terkait rencana mogok nasional dua hari yang akan diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh Indonesia akan menjadi pilihan jika keputusan Permenaker 2025 merugikan kaum buruh.

"Mogok nasional bisa dilakukan di antara 19 November sampai 24 Desember 2024, jika Pemerintah memutuskan tidak memihak buruh," ucapnya.


 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini