Laporan Tribunnews.com, Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Di tangan Astu Danardana, bekatul jagung yang biasa dianggap limbah pertanian hingga makanan ternak, bertransformasi menjadi produk kuliner unik dan bernilai tinggi.
Melalui usaha kecilnya di Kota Solo bernama Qatula, ia menawarkan brownies berbahan bekatul yang kaya nutrisi dan menghadirkan cita rasa khas.
Meski sering digunakan sebagai pakan ternak, Danar melihat potensi bekatul sebagai bahan makanan bernutrisi tinggi.
“Saya sempat mencari tahu soal kandungan gizinya, bekatul jagung ternyata kaya serat, vitamin B1, dan antioksidan, bahkan lebih tinggi dari tepung mokaf (tepung dari singkong)," ungkap Danar saat dijumpai Tribunnews, Minggu (27/10/2024).
Hal ini mendorong Danar untuk berinovasi.
Awalnya, Danar memulai eksperimennya dengan membuat dodol bekatul.
Namun, seiring waktu, ia menyadari produk seperti brownies lebih sesuai dengan selera masyarakat modern.
“Trennya sekarang orang mau makanan yang simpel, tahan lama, dan bisa dibawa ke mana-mana,” jelasnya.
Proses pembuatan brownies bekatul pun memerlukan perhatian ekstra.
Bekatul yang didapat langsung dari petani di Boyolali melalui tiga tahap pemrosesan: pengeringan, pengayakan, dan sangrai menggunakan pandan.
Baca juga: Sinergi Tumbuh Bersama, Andil Rumah BUMN Dampingi UMKM Solo Raya
“Kalau tidak diproses seperti ini, teksturnya terlalu kasar,” ungkap Danar.
Setelah itu, bekatul diolah menjadi tepung dan dipadukan dengan resep rahasia yang telah ia kembangkan selama bertahun-tahun.
Danar juga menjelaskan bahwa brownies crispy-nya tidak bisa langsung diproduksi dalam sehari.
“Adonan perlu waktu untuk istirahat agar gula menyatu dengan sempurna. Prosesnya bisa memakan waktu dua sampai tiga hari,” katanya.
Tantangan yang Dihadapi
Meski produknya unik, Danar menghadapi tantangan besar, terutama dalam pemasaran.
“Orang-orang belum familiar dengan bekatul jagung,” jelasnya.
Selain itu, tekstur brownies yang berserat menjadi hal baru bagi konsumen yang terbiasa dengan kue lembut.
Untuk mengatasi hal ini, Danar fokus pada branding.
Ia menonjolkan keunikan dan manfaat kesehatan bekatul, sekaligus memastikan produknya tetap terjangkau.
“Orang ingin makanan yang murah, enak, dan unik,” tambahnya.
Danar juga bekerja sama langsung dengan petani dan pemilik mesin selep di Boyolali untuk memastikan pasokan bahan tetap stabil.
Danar berharap usahanya bisa menginspirasi orang lain untuk memanfaatkan bekatul jagung secara lebih luas.
“Saya ingin bekatul ini tidak hanya jadi produk saya saja, tapi juga dimanfaatkan secara mandiri oleh masyarakat,” ujarnya.
Perjalanan Usaha
Qatula pada mulanya diawali tahun 2014 ketika Danar memenangkan kompetisi wirausaha saat jenjang perkuliahan salah satu kampus swasta di Yogyakarta.
Ia memiliki keinginan membantu menaikkan perekonomian para petani jagung dan penjual bekatul.
"Sempat vakum pada tahun 2017-2021, Qatula melakukan rebranding pada 2023 dengan produk crispy brownies dengan kemasan kekinian 80 gram," ungkapnya.
Saat ini, Qatula tengah menuju proses pengembangan tiga varian baru, yaitu crispy cookies jagung, keju, dan pandan.
Produk Danar dapat dijumpai di Kota Solo dan Yogyakarta.
Seperti Ibis Style Hotel Solo, Blangkemen Store di Stasiun Balapan, Toko Cokro, Toko Gajahmada, dan Kampoeng Jogja di kawasan Malioboro.
Selain itu, produknya juga dipasarkan online melalui e-commerce.
Peran Rumah BUMN Solo
Perjalanan usaha Qatula milik Danar tidak terlepas dari peran Rumah BUMN Solo yang berada di bawah supervisi Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Ya, Danar menjadi satu dari ribuan pelaku UMKM binaan Rumah BUMN Solo.
Selain berjejaring dan mendapatkan pelatihan serta kesempatan turut serta dalam berbagai kegiatan, Danar juga mendapat manfaat memperluas penjualan.
Yaitu melalui kerja sama Rumah BUMN Solo, produk Qatula miliknya mendapat display di lobi Ibis Style Hotel Solo.
Koordinator Rumah BUMN Solo, S. Condro Rini mengatakan, ribuan UMKM yang menjadi mitra berasal dari berbagai sektor usaha.
“Ada 75 ribu UMKM mitra di Rumah BUMN Solo, berasal dari bidang sektor, seperti fashion, craft and home decor, food and beverage (kuliner), beauty and wellness (kecantikan), perdagangan, dan jasa,” ungkapnya kepada Tribunnews, Jumat (1/11//2024).
UMKM yang bergabung di RAMA, akronim dari Rumah BUMN Sala (ejaan Jawa), tak cuma berasal dari Kota Surakarta.
Rumah BUMN Solo juga mewadahi pelaku UMKM dari enam kabupaten lain di sekitarnya, yaitu Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, dan Klaten.
“Kami ingin memberikan pendampingan bagi pelaku usaha lebih luas lagi. Bagi mereka pelaku usaha yang tidak berada di Kota Solo pun masih dapat merasakan manfaat dari Rumah BUMN Solo,” ujar Condro.
Pelaku UMKM dapat menikmati berbagai pelatihan seperti manajemen keuangan sederhana, legalitas usaha, hingga penguatan mindset menjadi entrepreneur.
Perkembangan media sosial dan digitalisasi juga menjadi perhatian Rumah BUMN Solo.
Seperti pemasaran digital, rebranding logo, fotografi dan videografi menggunakan smartphone, dan masih banyak lagi.
“Kami memberikan pelatihan sesuai dengan apa yang paling dibutuhkan oleh para pelaku usaha saat ini sehingga mereka dapat upgrade skill dan mengikuti perkembangan yang ada saat ini,” ujar Condro.
Selain memberikan suguhan pengetahuan seputar bisnis, RAMA juga memiliki fasilitas yang bisa dinikmati para pelaku UMKM di Kota Bengawan dan sekitarnya.
“Mitra UMKM juga dapat mendapatkan akses penggunaan co-working space dalam keperluan usahanya. Misal nanti para pelaku usaha ada yang mau gathering, meeting dengan calon buyer mereka dapat menggunakan Rumah BUMN Solo sebagai tempat pertemuan,” ucapnya.
Tak cuma itu, Condro mengatakan RAMA berperan sebagai pusat literasi keuangan bagi para pelaku usaha.
“Jadi nanti kalau misal mitra UMKM kami itu ada yang membutuhkan permodalan, kami dapat membantu mereferalkan kepada para marketing,” ungkapnya. (*)