TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XII DPR Eddy Soeparno angkat bicara soal upaya-upaya PT Pertamina (Persero) melalui subholding Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN).
Ia juga menyoroti di antaranya, kerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara, Glenmore, Banyuwangi untuk membangun pabrik bioetanol.
"Karena ada tujuan dari Pertamina untuk menghasilkan biofuel yang merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang ramah lingkungan, tentu merupakan langkah penting dan perlu diapresiasi,” kata Eddy kepada media hari ini (11/12/2024).
Baca juga: Pemerintah Beberkan Strategi Genjot Produksi Bioetanol, Apa Saja?
Langkah penting tersebut, karena saat ini Indonesia sedang menuju percepatan transisi energi.
Untuk itu, imbuh Eddy, memang diperlukan berbagai upaya, termasuk di antaranya melalui pengembangan bioetanol untuk menggantikan energi fosil.
”Jadi, pembangunan pabrik ini merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan energi yang lebih ramah lingkungan,” jelasnya.
Menurut Eddy, melalui pengembangan bioetanol, diharapkan bisa meningkatkan kualitas bahan bakar yang ada saat ini.
"Apalagi negara-negara maju, umumnya sudah menerapkan Euro-5. Makanya, pengembangan bioetanol merupakan langkah penting agar Indonesia bisa menghasilkan bahan bakar yang memiliki kualitas lebih ramah lingkungan," lanjutnya.
Di sisi lain, Eddy menilai, bahwa dukungan Pemerintah sangat diperlukan agar program bioetanol bisa mengikuti kesuksesan biodiesel.
Terutama, jika ternyata proses produksi bioetanol menghasilkan bahan bakar yang lebih mahal dibandingkan BBM. ”Jika demikian, maka perlu dukungan Pemerintah dalam bentuk subsidi atau kompensasi,” jelas Eddy.
Sebelumnya, pengamat energi Inas Nasrullah Zubir juga menilai positif upaya PNRE dalam mendukung pengembangan bioetanol.
Hanya saja Inas mengingatkan, agar bioetanol sebagai bahan baku, tidak hanya mengandalkan tanaman tebu, karena membutuhkan waktu lama. Inas mengaku sependapat jika bioetanol diperoleh melalui keanekaragaman sumber, termasuk pemanfaatan tanaman aren sebagai bahan baku.
Apalagi, lanjutnya, tanaman aren tersebar hampir di seluruh Indonesia dan mudah dijumpai.
“Saya setuju, jika Indonesia juga memanfaatkan tanaman aren yang banyak tumbuh di wilayah kita. Saat penyelenggaraan Konferensi Para Pihak ke-21 (COP 21) yang merupakan konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015 di Paris, Pak Hashim (Djojohadikusumo) mengungkapkan hal itu. Pak Hashim juga memiliki hasil percobaan pohon aren yang dijadikan etanol dan berhasil. Jadi, mengapa kita tidak memanfaatkan pohon aren tersebut,” kata Inas.
Terkait peran PNRE, CEO of Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) John Anis menegaskan, sudah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga tahun 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi. Sebab, pada 2034, diproyeksikan permintaan biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Untuk itu, saat ini Pertamina NRE mulai menjalin kerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi, Jawa Timur dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.
John Anis menegaskan saat ini Indonesia masih mengandalkan bahan bakar fosil yang emisinya lebih bersih sambil melakukan transisi ke BBM rendah karbon.