TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengembangan bioethanol harus dilakukan untuk mendukung transisi energi.
Hanya saja, dalam kondisi penciptaan pasar seperti sekarang, harga jual bioetanol harus terjangkau masyarakat.
“Dengan meningkatnya tuntutan peduli lingkungan yang kuat, pengembangan bioethanol harus tetap dilakukan. Tetapi, marketnya harus dicari dulu. Nah, dalam kondisi creating market, salah satunya adalah dengan harga yang terjangkau masyarakat. Kalau harga bioethanol terlalu mahal, lama-lama masyarakat kosong. Tak ada yang mau beli,” kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad dalam pernyataannya kepada wartawan, Jumat(20/12/2024) di Jakarta.
Karena itulah, menurut Tauhid, pemerintah harus ’berkorban’. Selain meniadakan pajak ethanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN), Pemerintah juga bisa memberikan subsidi dan berbagai insentif agar harga bioethanol terjangkau.
Hal lain yang bisa dilakukan untuk menciptakan pasar bioethanol, lanjut Tauhid adalah dengan mendorong lingkungan bisnis menggunakan BBN tersebut.
Tauhid mencontohkan, jika perusahaan ingin memperoleh sertifikat ESG, maka kendaraan operasional harus menggunakan bioethanol. Menurutnya, cara itu akan mendorong penggunaan bioethanol sehingga pasarnya akan membesar.
Tauhid juga mendukung perlunya diversifikasi bahan baku. Upaya tersebut bisa dilakukan, agar bioethanol juga bisa diproduksi dengan harga jual yang terjangkau.
”Bisa saja diversifikasi, asal perhitungan ekonominya masuk. Selain itu, pabrik etanolnya tidak jauh dari lahan bahan baku sehingga biaya transportasi juga bisa ditekan,” pungkas Tauhid.
Pemerintah memang menyatakan keseriusan dalam pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Selain memastikan bahwa ethanol yang digunakan untuk keperluan bahan bakar tidak akan dikenakan cukai, upaya juga dilakukan melalui penekanan harga produksi.
Seperti disampaikan Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM Efendi Manurung, Pemerintah tidak menutup kemungkinan akan memberi dukungan mulai dari hulu, antara lain pembibitan tebu dan pemupukan.
“Keseriusan itu artinya, harganya bisa kita tekan kalau kita berikan dukungan mulai dari hulu, pembibitan, pemupukan, unit produksi dan sebagainya. Sehingga nanti di produk akhir, harganya bisa lebih kompetitif dengan harga BBM fosil yang disubsidi,” ujar Efendi sebelumnya, pada acara diskusi publik di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dukungan yang dimaksud, kata Efendi, Pemerintah memberikan subsidi pada setiap tahapan prosesnya. Subsidi diberikan, mulai hulu sehingga mencapai harga keekonomian saat dijual ke pasar.
Terkait dukungan tersebut, Efendi mengatakan, posisi Pemerintah saat ini masih menerima semua masukan, baik dalam bentuk hasil riset maupun pendapat ahli. “Kita masih mendorong riset-riset bioetanol generasi kedua, ketiga dan seterusnya,” ujar Efendi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi juga memastikan, bahwa ethanol yang digunakan untuk keperluan bahan bakar tidak akan dikenakan cukai. “Jadi kemarin dengan Kementerian Keuangan masalah cukai itu kalau digunakan untuk fuel sudah jelas nggak, tanpa cukai. Jadi sudah jelas tanpa cukai,” kata Eniya saat itu.