Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS Johan Rosihan menilai pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2025 berdampak negatif terhadap sektor pertanian, kesejahteraan masyarakat, terutama petani kecil, termasuk target swasembada pangan.
Menurut Johan, kenaikan PPN dapat membebani mereka karena peningkatan biaya produksi seperti pupuk, benih, dan alat pertanian.
"Kebijakan ini juga berisiko, yang pertama meningkatkan harga produk pangan. Harga jual produk pertanian berpotensi naik, sehingga menurunkan daya beli masyarakat," kata dia dalam keterangannya, Rabu (25/12/2024).
Johan menyoroti dampak kenaikan itu pada target swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah.
Menurut Legislator Komisi IV itu, kenaikan PPN bisa berpotensi pada ketergantungan impor .
"Ketiga yaitu menghambat swasembada pangan. Ketergantungan pada impor bisa meningkat jika petani kehilangan insentif untuk meningkatkan produktivitas," kata dia.
Baca juga: Banggar DPR Mitigasi 9 Risiko Dampak Kenaikan PPN 12 Persen, Sektor Apa Saja?
Johan lantas meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan ini dan mempertimbangkan untuk menunda implementasinya. Komisi IV pun, dikatakan Johan, siap berdialog khusus soal sektor agraria ini.
Menurutnya, perlu juga langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak kenaikan PPN, di antaranya pengecualian terhadap barang strategis.
"Jangan sampai kebijakan ini justru melemahkan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional," tandas Johan.
Baca juga: PDIP Jelaskan Duduk Perkara Munculnya Usulan Kenaikan PPN 12 Persen yang Kini Ditolak Masyarakat
Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).