TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menuturkan, sudah saatnya pembayaran jalan tol diganti menjadi sistem nirsentuh.
Dasco menyebut, metode pembayaran nirsentuh dapat mengadopsi sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) seperti di luar negeri.
"Harusnya itu kemudian dapat dipakai teknologi yang lebih maju bagaimana melakukan pendeteksi pembayaran tanpa mobil harus berhenti, kan itu di beberapa negara sudah ada," ucap Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Ia menilai, pembayaran dengan melakukan tap seringkali menjadi penyebab kecelakaan di gerbang tol, seperti yang baru-baru ini terjadi di Gerbang Tol Ciawi 2, Bogor, Jawa Barat.
Baca juga: Polisi Lakukan Tes DNA ke 2 Korban Tewas Kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi
Sistem pembayaran nirsentuh diharapkan bisa mengurangi angka kecelakaan akibat penumpukan kendaraan di gerbang tol.
"Dari sisi teknologi untuk mengurangi angka kecelakaan, kita mungkin menyarankan kepada pemerintah untuk tidak atau meninggalkan pemakaian sistem tap yang dia harus berhenti," kata politisi dari Partai Gerindra ini.
Hal senada juga diamini oleh pengamat transportasi publik, Agus Pambagio.
Sistem pembayaran tol yang ada kini, sudah cukup tertinggal dibandingkan negara- negara di Eropa yang sudah tidak lagi memerlukan tap untuk membayar jalan tol.
“Sistem tolnya seharusnya nggak usah pakai pintu. Kan (ada) MLFF itu kan Multi Lane Free Flow. Sehingga semuanya lewat saja, tidak lagi tempel-tempel,” kata Agus.
Agus menyebut, ada beberapa ruas tol sudah menerapkan pembayaran nirsentuh, namun kurang dalam pengembanganya. Kondisi ini karena pemerintah tidak konsisten dalam memilih sistem pembayaran nirsentuh.
Awalnya, pemerintah ingin menerapkan sistem airflow yang menggunakan Radio Frequency Identification (RFID).
Namun, pemerintah beberapa tahun terakhir mencoba mengganti ke global navigation satellite system (GNSS).
Perubahan penerapan sistem inilah membuat penerapan pembayaran nirsentuh tidak berjalan secara maksimal.
“Tetapi tiba-tiba muncul sistem baru GNSS dari Hongaria itu kira-kira, muncul 3-4 tahun yang lalu sehingga oleh Menteri PUPR itu dihentikan yang airflow. Tapi sampai sekarang urusannya tidak jelas,” ungkap Agus.