TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini, curhatan seorang pasien yang dinyatakan suspect corona viral di media sosial.
Curhatan tersebut ditulis oleh Muhammad Fachri Muchtar di akun Twitter pribadinya, @fmuchtar_, Senin (16/3/2020).
Hingga Selasa (17/3/2020), cuitan tersebut telah diretweet lebih dari 50 ribu orang dan disukai lebih dari 81 ribu orang.
Kepada Tribunnews.com, Fachri Muchtar membenarkan curhatan yang ia tulis adalah kisah nyata yang ia alami.
Mulanya, ia mengaku resah dengan kondisinya saat ini sebagai pasien suspect Covid-19.
Di laman Twitter pribadinya itu, ia kemudian menceritakan pengalamannya sebagai pasien di salah satu Rumah Sakit di Jakarta.
Ia juga membagikan keresahannya soal wabah virus corona.
"Baru aja semalam, gue dinyatakan sama dokter sebagai pasien suspect corona."
"Gejala yang gue alami ya demam, batuk, sesak nafas, pilek, sakit tenggorokan sama lemas," tulis @fmuchtar.
Ia mengaku, saat ini dirinya tengah menjalani karantina mandiri di rumah, setelah sebelumnya di rawat di ruang isolasi IGD.
Ia menceritakan, meski telah meminum obat-obat dari dokter, sakit sesak dan batuknya tak kunjung membaik.
Lantaran hal itu, pada Minggu (15/3/2020), Fachri memutuskan untuk pergi ke rumah sakit rujukan.
Sesampainya di rumah sakit yang menjadi rujukannya itu, ia langsung masuk ruang IGD untuk dilakukan pemeriksaan.
Mulai dari pertanyaan dari tenaga medis, cek darah hingga rontgen paru.
"Habis gue rontgen paru, gue dipindahkan ke ruang dekontaminasi, itu isinya orang batuk semua."
"Pokoknya batuk, mau dia terindikasi corona atau enggak digabung di situ."
Baca: VIRAL Curhat Anak Soal sang Ibu Terkena Suspect Corona, Rupanya Tetap Butuh Teman Selama Diisolasi
Baca: Viral Video 49 TKA China di Kendari, Gubernur Sultra Khawatir Corona dan Perintahkan Karantina
"Satu ruangan bisa berisi 4-5 orang dengan ukuran ruangan yang gue kira paling 2x3 meter," tulisnya.
Ia menuturkan, di ruangan tersebut ada tiga pasien tidur di ranjang pasien dan dua pasien lainnya duduk di kursi roda karena keterbatasan ranjang pasien.
"Setelah nunggu beberapa jam (mungkin 1-2 jam), gue dikabarkan kalau gue pasien suspect Covid-19, berdasarkan riwayat perjalanan gue."
"Akhirnya gue dipindahkan ke ruang khusus isolasi pasien Covid-19."
"Selain gue, ada satu lagi seorang bapak yang juga dipindahkan karena beliau sama kaya gue, pasien suspect Covid-19," tulis Fachri.
Fachri kemudian menjelaskan kondisi ruangan isolasi yang ia tempati.
Ia mengatakan, ruangan tersebut diisi oleh enam orang pasien dengan kriteria berbeda-beda.
Mulai dari yang kelihatan sehat hingga yang batuk berat.
"Diruangan itu hanya ada tiga bed kasur, sedangkan pasiennya ada enam orang."
"Jadi terpaksa sebagian harus duduk di kursi roda, gue sendiri duduk di kursi roda sejak di ruang dekontaminasi sampai baru dapat kasur tad pagi (Senin pagi)," tulisnya.
Dari enam pasien tersebut, dua di antaranya dirujuk ke rumah sakit rujukan yang lain.
Sementara sisanya menunggu kamar isolasi rawat inap kosong atau ada rumah sakit rujukan yang mau menerima.
Sedangkan, kondisi semua rumah sakit rujukan saat itu dalam keadaan penuh.
"Akhirnya gue dan tiga orang lainnya cuma bisa saling ngobrol aja sambil nunggu kepastian kapan kita di tes swab (tes corona) dan kepastian ruangan," tulis Fachri.
Kemudian, pada Senin siang, ia dan tiga pasien lainnya menjalani tes swab oleh tim dokter.
Namun, hasil tes swab tersebut baru bisa diketahui paling cepat tiga hari.
"Lama nggak tuh? Makanya nggak heran Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat pengen tes mandiri."
"Soalnya kalau nunggu dari pusat lama banget," terangnya.
Setelah menjalani tes swab, Fachri kemudian diizinkan untuk pulang dan menjalani karantina secara mandiri di rumah sembari menunggu hasil tes.
"Kalau positif, ya kita bakal dijemput pakai ambulans," tulisnya.
Ia mengatakan, karantina mandiri ini dilakukan lantaran adanya keterbatasan ruang isolasi.
Sebab, jumlah pasien suspect dan positif Covid-19 terus bertambah hingga kini.
Pemerintah Tak Siap Hadapi Corona
Disela menjalani pemeriksaan, pria berusia 21 tahun ini sempat ngobrol dengan dokter di rumah sakit tersebut.
"Dia (dokter) mengakui kalau Indonesia tuh nggak siap menghadapi corona."
"Sangat gagap bahkan dalam pelayanan medis, dengan metode tes swab yang kayak sekarang."
"Tak heran kalau banyak yang underdiagnosed," tulisnya.
"Kenapa gue bilang banyak yang underdiagnosed (jumlah angka official jauh lebih kecil dari jumlah kasus real di lapangan)?".
Menurutnya, hal itu terjadi karena tidak semua orang bisa cek dan bersedia ngecek.
Baca: Aktor Pemain Game of Thrones, Kristofer Hivju, Positif Virus Corona
Baca: Update Pasien Virus Corona di Indonesia: 9 Orang Dinyatakan Sembuh dan Boleh Pulang
Selain itu, fasilitas rumah sakit yang masih sangat terbatas juga menjadi kendala lain.
Tak hanya itu, ketidakmampuan petugas medis dalam melakukan tes swab juga menjadi persoalan.
"Sekedar informasi, pelayanan kesehatan kita buat mengatasi Covid-19 masih belum siap."
"Di Indonesia, anda bisa tes corona adalah sebuah privilege, karena nggak semua orang bisa tes."
"kenapa sih gue bilang privilege?"
"Ya karena kalau lo nggak pernah keluar negeri atau kontak dengan pasien positif, besar kemungkinan nggak bakal di cek," terang Fachri.
Fachri juga menyinggung soal pemerintah yang tidak terbuka terhadap informasi pasien virus corona di Indonesia.
"Beda dengan Singapura yang kita bisa tahu riwayat perjalanan si pasien, so far petanya cuma menerangkan lokasi asal dari pasien dan suspect."
"Akhirnya banyak orang yang nggak aware buat meriksa."
"Padahal memeriksa itu penting dan semakin banyak sampel semakin mendekati keakuratan," tulisnya.
Lantaran itu, ia meminta agar Kementerian Kesehatan mengizinkan setiap daerah untuk melakukan pengetesan corona.
Ia juga meyampaikan harapannya untuk masyarakat agar lebih menjaga kebersihan dan menerapkan social distancing.
Ia juga meminta agar pemerintah lebih serius menangani Covid-19.
"Alat pelindung diri tenaga medis lebih diperhatikan, fasilitas medis lebih disiapkan agar tidak kewalahan," tulis Fachri, dalam keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)