Peraturan tersebut mengatur tentang keadaan bahaya suatu wilayah.
Darurat sipil merupakan keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang di seluruh atau sebagian wilayah NKRI.
Dalam Pasal 1, disebutkan bahwa keadaan darurat sipil berlaku apabila keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terncam oleh pemberontak, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
Berikut ini bunyi Pasal 1:
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila :
1. Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa penguasa tertinggi keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
Berikut ini badan yang akan membantu Presiden dalam keadaan darurat sipil:
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.
Baca: Cara Mencegah Virus Corona hingga Gejala Ringan yang Tak Boleh Disepelekan
Baca: Doni Monardo: Menghadapi Pandemi Corona bak Berperang, Tidak Ada Satupun Negara yang Siap
Pada Bab II mulai dari Pasal 8 hingga Pasal 21, dijelaskan mengenai keadaan darurat sipil, termasuk kewenangan-kewenangan dari Penguasa Darurat Sipil Pusat dan Daerah.
Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud yakni kepala daerah serendah-rendahnya kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota).
Kepala Daerah tersebut akan dibantu oleh Komandan Militer tertinggi daerah, Kepala Polisi daerah, serta Pengawas/Kepala Kejaksaan daerah.