TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra menyebut penetapan status darurat sipil tak cocok untuk mengatasi wabah virus corona.
Menurut Yusril, status darurat sipil yang disiapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) digunakan untuk pemberontakan dan kerusuhan.
Terlebih status darurat sipil membuat milter memainkan peran penting untuk mengontrol keadaan.
"Darurat sipil terkesan repressif. Militer memainkan peran sangat penting kendalikan keadaan," ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Selasa (31/3/2020).
Yusril mengatakan, penetapan status darurat sipil mengacu pada Perppu No 23 Tahun 1959.
Baca: Jokowi Naikkan Anggaran Kartu Pra Kerja Jadi Rp 20 Triliun untuk 5,6 Juta Penerima
Dalam Perppu tentang kedaruratan sipil itu termaktub berbagai ketentuan seperti melakukan razia dan penggeledahan yang hanya relevan digunakan untuk menghadapi pemberontakan dan kerusuhan.
Begitu juga pembatasan penggunaan alat-alat komunikasi yang biasa digunakan sebagai alat untuk propaganda kerusuhan dan pemberontakan juga tidak relevan digunakan mengatasi wabah Covid-19.
Yusril mengatakan, ia pernah menggunakan pasal-pasal darurat sipil itu untuk mengatasi kerusuhan di Ambon tahun 2000 di era kepresidenan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Kala itu, kata Yusril, Gus Dur akhirnya setuju menyatakan darurat sipil dan meminta mengumumkannya di Istana Merdeka, Jakarta.
Yusril mengatakan, saat itu status darurat sipil mampu meredam kerusuhan bernuansa etnik dan agama tersebut.
Yusril pun menilai darurat sipil memiliki kelemahan sebab tak bisa melarang orang berkumpul untuk melakukan kegiatan keagamaan termasuk pengajian-pengajian.
Baca: Update Corona Global Selasa 31 Maret Malam: Angka Kematian di Italia Tertinggi, Capai 11.591 Orang
"Kerusuhan Ambon jelas beda dengan wabah corona. Mudah-mudahan kita mampu mengambil langkah yang tepat di tengah situasi yang amat sulit sekarang ini," kata Yusril.
"Keadaan memang sulit, tapi kita, terutama para pemimpin jangan sampai kehilangan kejernihan berpikir menghadapi situasi," lanjut dia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan, status darurat sipil baru sekadar opsi yang dimunculkan pemerintah.
Menurut dia, dalam menghadapi permasalahan ini, pemerintah harus menyiapkan semua skenario, termasuk pemberlakuan status darurat sipil.
"Semua skenario kita siapkan dari yang ringan, moderat, sedang, sampai kemungkinan yang terburuk. Darurat sipil itu kita siapkan apabila terjadi kondisi abnormal. Perangkatnya kita siapkan," ujar Jokowi dalam keterangan pers melalui sambungan konferensi video, Selasa (31/3/2020).
"Sekarang ini tentu saja tidak," lanjut Jokowi.
Ia menambahkan, saat ini pemerintah pusat telah menerbitkan seperangkat aturan untuk memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Jokowi mengatakan, PSBB diberlakukan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) dan keputusan presiden (keppres) yang telah ditandatanganinya.
"Mengenai PSBB baru saja saya tanda tangani PP-nya. Dan keppres-nya yang berkaitan dengan itu dan kita harapkan dari setelah ditandatangani PP dan keppres mulai efektif berjalan," ujar Jokowi. (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Yusril: Status Darurat Sipil Tak Relevan Digunakan Lawan Wabah Corona"