TRIBUNNEWS.COM - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menyampaikan, pemerintah harus menyiapkan segala keperluan masyarakat, selama menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Pemerintah terutama harus memerhatikan kebutuhan pokok bagi anak-anak.
"Bahan pokok untuk anak-anak, misalnya susu, air bersih, itu harus dijamin misalnya terjadi PSBB atau karantina," ujar Agus, dikutip dari siaran langsung Mata Najwa di laman trans7.co.id, Rabu (1/4/2020).
Ia menyebut, aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tidak disebutkan pengawasan hukumnya.
"PSBB sebenarnya social distancing yang diperluas, pengawasan pidananya tidak ada di implementasi lapangan," katanya.
Berbeda dengan karantina wilayah, dimana pemerintah harus menjamin semua kebutuhan dari masyarakat.
"Kalau karantina kan sudah di-lock (kunci) saja, seminggu dua minggu, setelah itu kan tidak ada orang yang berkeliaran di jalan."
"Semua makan dibiayai oleh negara, yang bisa beli ya beli sendiri, yang tidak punya harus dibiayai negara," jelas Agus Pambagio.
Baca: Bisakah PSBB Menghadapi Virus Corona?
Baca: KSP: Kebijakan PSBB Pilihan Paling Rasional di Tengah Wabah Virus Corona
Baca: KSP: Izin Penerapan PSBB Berada di Tangan Menteri Kesehatan
Juru bicara presiden, Fadjroel Rachman yang juga terhubung dalam sambungan video menyampaikan, karantina wilayah dan PSBB ini berbeda.
"Karantina wilayah itu adalah semua orang yang dikarantina tak boleh ke luar wilayah karantina."
"Sementara untuk PSBB, pembatasan orang atau barang untuk wilayah provinsi, kabupaten/kota," jelas Fadjroel.
"Di situ beda yang paling utamanya, ini yang menjadi panduan untuk nasional, yang harus dipatuhi oleh provinsi atau kabupaten," imbuhnya.
Penjelasan UU No 6 Tahun 2018
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat, untuk menangani penyebaran virus corona di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dijadikan sebagai dasar hukum.
Diharapkan, pemerintah daerah bisa menjadikan aturan yang telah ditetapkan pemerintah pusat tersebut sebagai acuan.
Baca: Istana Pastikan Keputusan Jokowi Terkait PSBB Paling Rasional Hadapi Pandemi Corona
Baca: Deputi IV KSP: PSBB Kebijakan Paling Rasional dalam Atasi Covid-19
Baca: Jokowi Pilih PSBB untuk Lawan Corona, Deputi IV KSP Jelaskan Mekanisme Penerapan di Daerah
Dikutip dari sipuu.setkab.go.id, Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan ini digunakan dalam upaya mencegah keluar atau masuknya penyakit atau risiko kesehatan, yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kejadian yang dimaksud yakni kejadian luar biasa, karena penyebaran penyakit menular, radiasi nuklir, atau bahaya kesehatan lainnya yang berpotensi menyebar.
Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dimaksud dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 yakni, pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang terinfeksi penyakit.
Nantinya pejabat karantina kesehatan yakni pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang kesehatan.
Pejabat tersebut diberi kewenangan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.
Tujuan dari Kekarantinaan Kesehatan:
1. Melindungi masyarakat dari penyakit atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
2. Mencegah penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
3. Meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat.
4. Memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan.
Setiap orang nantinya mempunyai perlakuan yang sama dalam kekarantinaan kesehatan ini.
Penetapan dan pencabutan status kedaruratan kesehatan masyarakat, hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dalam kedaruratan kesehatan masyarakat, pemerintah pusat dapat melakukan karantina wilayah di pintu masuk negara.
(Tribunnews.com/Nuryanti)