Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 dinilai kontradiktif dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pergub DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB.
Kontradiksi yang dimaksud adalah mengenai pelarangan ojek online membawa penumpang.
Dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dan Pergub DKI, ojol tegas dilarang membawa penumpang dan hanya diperbolehkan membawa barang.
Baca: Tak Ada Perwakilan PKS Dalam Satgas Covid-19 DPR, Jazuli Juwaini: Mungkin Satgas Koalisi
Sementara dalam Permenhub, ojol masih dimungkinkan membawa penumpang asal memenuhi protokol Covid-19.
Anggota Ombudsman RI Alvin Lie menilai terdapat banyak kerancuan dalam Permenhub Nomor 18 Tahun 2020.
Alvin Lie menyoroti Pasal 11 Ayat (1) Huruf c yang menyebut ojek daring atau sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang. Namun, katanya, Pasal 11 Ayat (1) Huruf d regulasi itu juga menyebutkan, sepeda motor tetap bisa mengangkut penumpang jika memenuhi protokol kesehatan.
Baca: 15 Remaja Putra-Putri Berada di Satu Kamar Kos Digerebek Satpol PP Kota Kediri
"Kalau kita mengacu pada Permenkes, itu harus ada pengaturan, baik itu jumlah penumpang maupun jarak. Untuk sepeda motor itu tidak mungkin ada jarak antara pengemudi dengan penumpang. Jadi dalam hal ini, terutama Huruf d itu bertentangan dengan Permenkes," kata Alvin Lie kepada Tribunnews.com, Senin (13/4/2020).
"Huruf c ini juga aneh, sepeda motor berbasis aplikasi. Aplikasi apa? Aplikasi Waze, Google Maps, atau apa?" sambungnya.
Alvin Lie minta agar aturan tersebut diperjelas.
Baca: Pemprov DKI Akan Evaluasi Izin Usaha Perusahaan yang Tetap Beroperasi saat PSBB
Menurutnya, dalam kondisi PSBB, tidak ada pengecualian untuk sepeda motor mengangkut barang.
Bahkan untuk ojol sekalipun.
Jika suatu daerah itu tidak menerapkan kebijakan PSBB, katanya, sah-sah saja untuk membawa penumpang.
"Dalam hal ini karena Permenkes itu terbit lebih dahulu dan lebih spesifik terkait dengan pencegahan Covid-19, tentunya dalam kaitan tentang pelayanan kesehatan, semua peraturan lainnya harus merujuk pada Permenkes. Dalam hal ini Menteri Perhubungan perlu menyesuaikan dengan Permenkes," kata Alvin.
Selain itu, Alvin juga menyoroti Pasal 14 huruf c Permenhub terkait penyesuaian tarif batas atas dan/atau pemberlakuan tuslah/surcharge berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk transportasi udara.
Menurut dia, dalam kondisi pandemik Covid-19 seperti saat ini, penyesuaian tarif batas atas tidak diperlukan.
"Kalau mau disesuaikan ini bukan tarif batas atasnya, tapi justru tarif batas bawahnya. Karena tarif batas bawah itu adalah untuk biaya operasional minimum. Jadi dalam hal ini, bukannya membantu airlines dalam kondisi seperti sekarang, kalau harga dinaikkan ini justru membuat airlines semakin tumbang," katanya.
Diketahui, Permenhub 18/2020 ditetapkan pada 9 April 2020 oleh Menhub Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan.
Alvin menjelaskan, dalam kondisi darurat seperti sekarang, seorang Menteri Ad Interim diperbolehkan mengeluarkan peraturan.
Tentu saja, ia menekankan, Permen itu harus sesuai dengan wewenangnya masing-masing.
"Kalau soal angkutannya memang domainnya Menteri Perhubungan, tapi karena angkutan dalam rangka penanggulangan Covid-19, tentunya tetap merujuk pada Permenkes," jelasnya.
"Dalam hal ini Peraturan Kementerian Perhubungan itu tidak boleh menyimpang atau bahkan berlawanan dengan Permenkes," kata Alvin Lie.