News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Obat Remdesivir Gagal Diuji Coba pada Manusia, Salah Satu Obat Eksperimental untuk Corona

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Satu botol obat Remdesivir terletak saat konferensi pers tentang dimulainya penelitian obat Ebola Remdesivir pada pasien yang sakit parah di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman utara pada 8 April 2020

TRIBUNNEWS.COM - Obat yang digadang-gadang bisa menjadi obat Covid-19, Remdesivir gagal dalam uji klinis kepada manusia.

Ini berdasarkan dengan sebuah hasil penelitian yang dirilis secara tidak sengaja pada Kamis (23/4/2020) lalu.

Diketahui penelitian itu merupakan uji klinis acak yang pertama.

Namun hasilnya mengurangi harapan kepada obat itu, sebagaimana dikutip dari CNA.

Baca: Hasil Uji Klinis di Amerika Serikat, Remdesivir Sembuhkan Pasien Covid-19

Baca: Rumah Sakit di Chicago Obati Pasien Covid-19 dengan Obat Remdesivir, Hasilnya Menjanjikan

Draf ringkasan penelitian Remdesivir itu dirilis online di situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Tetapi sebenarnya pertama kali diungkap oleh Financial Times dan Stat, yang memposting tangkapan layar dari draf tersebut.

Namun perusahaan di balik Remdesivir, Gilead Sciences membantah hasil gagal pada draf tersebut.

Diketahui, hasil penelitian itu sudah terhapus.

Pihak Gilead Sciences juga mengatakan bahwa data mereka menunjukkan Remdesivir memiliki potensi manfaat.

Ringkasan itu mengatakan uji coba terjadi di China dan melibatkan 237 pasien, dengan 158 diberi obat dan 79 pada kelompok kontrol.

ILUSTRASI obat. Pemerintah mengaku sedang melakukan ujicoba terhadap obat asli Indonesia untuk vaksin corona. (pixabay.com)

Para penulis mengatakan Remdesivir tidak dikaitkan dengan perbedaan waktu untuk peningkatan klinis dibandingkan dengan kontrol.

Setelah satu bulan, 13,9 persen pasien yang menggunakan remdesivir meninggal dibandingkan dengan 12,8 persen pada kelompok kontrol.

Perbedaannya tidak signifikan secara statistik.

WHO mengatakan kepada Financial Times bahwa draft tersebut sedang menjalani peer review dan diterbitkan lebih awal karena kesalahan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini