TRIBUNNEWS.COM - Keluarga seorang tenaga medis di Florida, Amerika Serikat, meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona dalam kurun waktu beberapa minggu.
Penularan corona itu diawali dari Mario Mayorga Jr., putra keluarga itu yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Mt. Sinai Medical Center di Miami.
Dikutip Tribunnews.com dari nypost.com, Mayorga Jr. didiagnosis terkena corona pada pertengahan Maret 2020.
Kemudian kedua orangtuanya serta adik perempuannya juga positif corona seminggu kemudian.
Sang ayah, Mario Mayorga (72) meninggal pada 10 April.
Sang ibu, Esperanza Mayorga (72) meninggal sembilan hari kemudian.
Sementara Mayorga Jr. meninggal pada 26 April lalu.
Keluarga itu menyisakan Violeta Mayorga (45) yang kini menjalani karantina mandiri.
Baca: Atlet Maraton Sembuh dari Corona setelah Dikira Tak Selamat, Dokter Ingatkan Ancaman untuk Kaum Muda
Baca: Pekerjaan Sepi karena Corona, Janda Buruh Cuci Ini Masak Batu agar 8 Anaknya Mengira Ada Makanan
Violeta terpaksa tinggal terpisah dari putranya agar tak menularkan.
Sepupu Violeta, Marcela Lastre menuturkan betapa terpukulnya Violeta akan kepergian keluarganya.
"Selama ini mereka hidup bersama, sehingga dunianya (Violeta) tengah hancur sekarang," ujar Marcela.
Marcela menyebut pihak keluarga tidak tahu dari mana Mayorga Jr. pertama terkena corona.
Mayorga Jr. awalnya sempat rawat inap di rumah sakit setelah mengalami gejala yang parah hingga membutuhkan operasi dan ventilator.
Kedua orangtuanya pun langsung menjalani tes corona dan hasilnya sempat negatif.
Selang beberapa hari, mereka kembail menjalani tes corona dan hasilnya positif hingga harus rawat inap di rumah sakit.
Marcela menceritakan jarak gejala tiap anggota keluarga tidak terlihat bersamaan.
"Sekitar tiga hingga lima hari dari satu orang ke orang berikutnya saat menunjukkan gejala," kata Marcela.
"Kami pikir mereka akan menunjukkan gejala dalam waktu yang bersamaan," sambungnya.
Marcela mengaku tidak tahu apakah Mayorga Jr. tahu akan kepergian kedua orangtuanya lantaran sudah tidak bisa merespons.
Diketahui, keluarga Mayorga Jr. adalah imigran dari Nikaragua sejak tahun 1980an.
Sang ayah bekerja di rumah duka, sedangkan ibunya menjadi pengasuh.
"Mereka sangat bersyukur bisa hidup di sini dan menjadi warga negara Amerika Serikat," ujar Marcela.
Baca: Maskapai Asal Irlandia Ini Berencana Pangkas 3.000 Pekerja Termasuk Pilot dan Awak Kabin
Baca: Kisah Kakek dan Nenek Meninggal Karena Corona, Bergandengan Tangan hingga Saat Maut Menjemput
Kehilangan 8 Anggota Keluarga Sekaligus
Duka mendalam tak hanya dialami oleh Violeta yang kehilangan tiga anggota keluarganya dalam waktu kurang dari sebulan.
Seorang warga Albany, Georgia, AS, bernama Shana Jones juga kehilangan anggota keluarga sejumlah delapan orang karena corona.
Dikutip Tribunnews.com dari fox2now.com, kini Jones berusaha bangkit dengan cara berbuat baik ke sesama.
Jones memutuskan untuk memajang mejanya di depan rumah.
Di atas meja itu, Jones menaruh makanan kaleng, makan siang siap santap, kebutuhan toilet, hingga produk kebersihan.
Jones menaruh barang-barang itu agar orang yang membutuhkan bisa mengambilnya dengan cuma-cuma.
Ia tidak menunggu di dekat meja itu lantaran jalanan sangat ramai.
Jones membebaskan siapa saja yang lewat untuk mengambil kebutuhannya.
"Orang-orang bisa tinggal ambil lalu pergi," kata Jones.
"Aku tidak berdiri di luar dekat meja untuk membuat orang datang. Jalanan sangat ramai."
"Ada banyak orang lewat dari sisi selatan, utara, dan timur," jelasnya.
Jones mengungkapkan kesedihannya ditinggalkan delapan anggota keluarga dalam kurun waktu beberapa minggu secara berturut-turut.
Yang lebih menyakitkan lagi, ia tak mungkin menghadiri pemakaman mereka karena prosedur Covid-19.
Namun Jones mengaku tidak kuat untuk pergi ke pemakaman lantaran kesedihan yang sangat mendalam.
"Aku lahir dan dibesarkan di Georgia. Aku punya keluarga yang kini sudah meninggal," kata Jones.
"Rasanya sangat sulit, aku belum bisa pergi ke pemakaman untuk mengunjungi mereka saat ini."
"Aku melakukan ini (berbagi ke sesama) untuk melupakan kesedihanku," ujarnya.
Masa-masa sulit Jones dirasa semakin berat lantaran ia juga menderita berbagai penyakit bawaan.
Maka dari itu, Jones lebih memilih untuk banyak berdiam di rumah namun tetap bisa berbuat baik ke orang-orang.
"Aku menderita lupus, darah tinggi, dan diabetes. Aku tak bisa keluar rumah karena bisa sangat berisiko," kata Jones.
"Tapi aku masih ingin terlibat untuk membantu warga sekitar," sambungnya.
Ternyata para tetangga memberi sambutan baik atas inisiatif Jones.
Banyak tetangga yang ikut menaruh barang kebutuhan pokok di meja, sementara yang membutuhkan ikut mengambil beberapa.
Anak-anak setempat dan orangtuanya kerap ikut menikmati makan siang dari Jones, seperti sandwich, buah, hingga makanan ringan.
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)