TRIBUNNEWS.COM - Shelley Luther, seorang pemilik salon di Kota Dallas, Texas, Amerika Serikat nekat membuka usaha salonnya di tengah pembatasan akibat pandemi virus corona.
Nasib Luther berakhir di penjara lantaran ia juga menolak minta maaf sudah meremehkan aturan pembatasan sosial di kotanya.
Dikutip Tribunnews.com dari foxnews.com, Luther sebenarnya diberi dua pilihan sebagai konsekuensi tindakan nekatnya.
Yakni minta maaf atas keegoisannya, membayar pajak, dan menutup usahanya atau dipenjara.
Usaha salon dan cukur rambut sebenarnya sudah diberi kesempatan untuk buka nanti pada Jumat (8/5/2020).
Baca: Mungkinkah Vaksin Virus Corona Tersedia Januari 2021?
Baca: 15 Anak Masuk ICU dengan Gejala Misterius, Perpaduan Corona dan Penyakit Kawasaki
Namun Luther terlanjur melanggar aturan dan membuka sebelum tanggal yang diizinkan.
Kepada hakim, Luther bersikukuh tindakannya tidak egois lantaran ia harus menghidupi anak-anaknya.
Usaha salon adalah satu-satunya jalan bagi Luther untuk mencari uang.
"Aku sangat tidak setuju pada Anda, Tuan, ketika Anda berkata saya egois, karena memberi makan anak-anak saya bukanlah hal yang egois," tegas Luther di pengadilan.
Luther juga mengaku memiliki pegawai yang harus memberi makan keluarga mereka.
"Saya juga punya hairstylist yang kelaparan karena pastinya mereka lebih memprioritaskan makanan untuk anak-anaknya," kata Luther.
Ia lebih memilih menerima konsekuensi dipenjara dibanding harus menutup usahanya.
Baca: Elon Musk Sebut Nama Bayinya X Æ A-12, Bagaimana Cara Bacanya?
Baca: Ahli Kesehatan WHO: Vaksin Virus Corona Mungkin Tak Akan Pernah Ada, Pandemi Bisa Bertahan 2 Tahun
"Jadi, jika Anda berpikir bahwa hukum lebih penting daripada memberi makan anak, maka silakan tentukan keputusan Anda," ujar Luther.
"Tapi saya tidak akan menutup salon," tegasnya.
Setelah ia menolak untuk minta maaf, akhirnya pengadilan memutuskan Luther harus dipenjara selama seminggu.
Dengan memilih opsi dipenjara, pegawai Luther memiliki kesempatan untuk membuka salon itu hingga seminggu sebelum waktu yang ditentukan.
Ternyata Luther juga dianggap memiliki kesalahan lain lantaran sebelumnya ia sudah pernah diperingatkan pejabat kota untuk menutup usahanya.
Kini Luther harus membayar denda sebesar 7.000 dolar AS atau sekitar Rp 105 juta.
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)