"Saya kasih tahu bagaimana sebetulnya kondisi kalau membaik atau memburuk."
"Pertama, harus dilihat kapasitas rumah sakit mampu menampung. Jadi kalau rumah sakit pusat dan lain penuh, itu berarti belum boleh melonggarkan."
"Kalau sudah turun, tempat tidur rumah sakitnya sudah mulai kosong, artinya mulai tanda-tanda baik," jelas dia.
Baca: Daftar 36 Tempat dengan Risiko Penularan Virus Corona Tertinggi saat New Normal: Bar di Peringkat 1
Baca: Sejumlah Pasukan Garda Nasional AS Positif Corona, Pengunjuk Rasa Didesak Lakukan Tes
Baca: Masyarakat Salah Artikan Makna New Normal Sebabkan Lonjakan Kasus Corona? Ini Penjelasannya
Ia pun menyinggung soal kemampuan pihak rumah sakit yang menangani pasien corona tersebut.
PSBB tak boleh dilonggarkan jika pihak rumah sakit sudah tak bisa menampung pasien corona.
"Tapi apakah rumah sakit tersebut mampu tidak personalianya, dokter spesialisnya menampung."
"Semakin tidak bisa, semakin (PSBB) tidak boleh dilonggarkan," ungkap Zubairi.
Selanjutnya, PSBB juga tak boleh dilonggarkan oleh pemerintah jika pasien yang meninggal terus bertambah.
PSBB yang sudah terlanjur dikendorkan, maka harus dibatalkan jika kondisi memburuk.
"Kedua, angka kematian menurun terus, kalau bertambah tidak boleh dikendorkan."
"Kalau sudah terlanjur dikendorkan, mulai dipikirkan apakah perlu dibatalkan pelonggaran PSBB," terangnya.
Kondisi disebut memburuk jika terus terjadi peningkatan kasus corona setiap harinya.
"Ketiga, data peningkatan terus, tapi dengan catatan sebagian adalah data pasien yang baru terdiagnosis padahal sudah lama terinfeksi," ujarnya.
Baca: Jaga Jarak Turunkan Risiko Penularan Corona hingga 85%, Dokter Reisa: Ini Langkah Pencegahan Terbaik
Baca: Pembukaan Sektor Pendidikan Berisiko Tinggi Penyebaran Corona, Kemungkinan Baru Dibuka Januari 2021
Baca: Lebih Dahsyat dari Ebola-HIV, Virus Corona Jadi Mimpi Buruk Pakar Penyakit Menular AS
Menurutnya, pemerintah minimal harus melakukan 40 ribu tes PCR setiap harinya.