Dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan sitokin-sitokin anti-inflamasi (anti keradangan) dan penurunan sitokin-sitokin inflamasi (keradangan), di mana pada infeksi virus ini biasanya didapatkan kadar sitokin inflamasi yang tinggi sehingga mengakibatkan keadaan yang kurang bagus bagi organ-organ tubuh.
Baca: RMI PBNU: Kiai Akan Menjadi Role Model Penerapan Protokol Kesehatan di Pesantren
Dari 14 regimen obat yang diteliti, ada 5 kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas yang cukup bagus untuk menghambat virus itu masuk ke dalam sel target dan juga membantu penurunan perkembangbiakannya di dalam sel.
“Hasil tersebut dapat diikuti bertahap dari 24 jam, 48 jam dan 72 jam, dan virus tersebut yang jumlahnya ratusan ribu berkurang hingga tak terdeteksi,” ucapnya.
Saat konferensi pers, Purwati menunjukkan kemasan kombinasi obat yang belum diperjualbelikan.
Itu merupakan hasil kolaborasi Unair, BIN, dan juga BNPB.
“Jadi ada 5 macam kombinasi yaitu lopinavir atau ritonavir dan azithromycin. Kedua, lopinavir atau ritonavir dan doxycycline. Ketiga lopinavir atau ritonavir dan clarithromycin. Keempat, hydroxychloroquine dan azithromycin dan kelima kombinasi hydroxy dan doxycycline,” ucap Purwati.
Ia mengatakan kenapa dipilih regimen kombinasi karena potensi dan efektivitas yang cukup bagus terhadap daya bunuh virus.
Dosis kombinasi yang lebih kecil 1/5 sampai 1/3 dari dosis tunggal sehingga sangat mengurangi toksitas obat tersebut di dalam sel tubuh yang sehat.
Ia mengatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah virus menurun sampai tidak terdeteksi setelah diberi regimen obat tersebut.
“Maka bisa memutus mata rantai penularan,” katanya.
Pemanfaat regimen obat menggunakan obat yang beredar di pasaran.
"Ini disebabkan obat tersebut sudah melalui berbagai macam pengujian sampai dengan mendapatkan surat ijin edar dari Badan POM, mulai dari invitro, enema sampai dengan post marketing drug,”ujarnya.
Ia berpendapat bahwa pada era pandemi ini dibutuhkan obat yang cepat, tepat, serta sudah teruji.
Sedangkan untuk jenis stem cell yang diteliti untuk potensi sebagai antiviral pada Covid-19 ini yaitu HSCs ( Haematopetics Stem Cells) dan NK (Natural Killer) Cells.
Setelah diteliti potensinya dan efektivitasnya dengan uji tantang pada virus isolat Indonesia ini maka untuk HSCs yang diambil dari darah dibiakkan 3-4 hari, didapatkan hasil setelah 24 jam virus menjadi tidak terdeteksi.