TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Dokter Purwati bersama Badan Intelijen Negara dan Gugus Tugas Nasional terus melakukan penelitian untuk memutakhirkan resep penyembuhan Covid-19.
Pihaknya melakukan penelitian terkait dengan regimen kombinasi obat dan juga jenis stem cell yang efektif.
Regiman merupakan komposisi jenis dan jumlah obat serta frekuensi pemberian obat sebagai upaya terapi pengobatan.
Titik tolak penelitiannya berdasarkan prinsip penyakit infeksi, yakni adanya konsep tiga sisi yang terdiri host, lingkungan, dan agen.
Baca: Azriel Hermansyah Curhat Inginkan Mobil Jimny, Andre Taulany: Om akan Setting, Jangan Sedih Lagi
"Jadi manusia itu sendiri, virus itu sendiri, serta faktor lingkungan yang apabila dibuat sesuatu hal yang sedemikian rupa sehingga mendukung pertumbuhan virus tersebut," ujar Purwati di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Jumat (12/6/2020) dilansir dari situs Gugus Tugas Covid-19, covid19.go.id.
Upaya pengobatan yang didukung Gugus Tugas Nasional dalam percepatan penanganan Covid-19 merupakan rangkaian upaya dari pengujian dan pelacakan.
Pengobatan yang dilakukan bersifat medis dan nonmedis.
Baca: Anggota DPRD Tulungagung Lolos Jerat Hukum Kasus Lempar Botol Bir, 40 Tokoh Kecewa Berat
Menurut perempuan bergelar doktor ini, pihaknya dan BIN terus meneliti dan menggunakan regimen untuk pengobatan medis.
"Kombinasi obat-obatan yang sudah dilakukan penelitian dari obat-obatan yang sudah ada di pasaran dan kita teliti untuk potensi dan efektivitas obat tersebut sehingga indikasinya diperluas menjadi obat yang mempunyai efek antiviral terhadap SARS-CoV-2 yang berbasis dari virus isolat Indonesia yang sampelnya diambil dari pasien di RSUA yang telah mendapatkan sertifikat laik etik, melalui serangkaian proses,” katanya.
Proses pertama yaitu uji toksisitas.
Baca: BIN Sebut Peneliti Temukan Formulasi Kombinasi Obat yang Terbukti Efektif Sembuhkan Pasien Covid-19
“Apakah obat yang akan dipakai itu toksik atau tidak untuk sel tubuh kita,” ucapnya.
Kedua yaitu mengecek dan meneliti potensi obat yang digunakan tersebut seberapa besar daya bunuhnya terhadap virus Corona tersebut.
“Ketiga, meneliti efektivitas obat tersebut berapa besar dan berapa lama berefek terhadap penghambatan dan penurunan jumlah virus," katanya
Ia menambahkan bahwa dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran sitokin inflamasi dan anti-inflamasi.
Dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan sitokin-sitokin anti-inflamasi (anti keradangan) dan penurunan sitokin-sitokin inflamasi (keradangan), di mana pada infeksi virus ini biasanya didapatkan kadar sitokin inflamasi yang tinggi sehingga mengakibatkan keadaan yang kurang bagus bagi organ-organ tubuh.
Baca: RMI PBNU: Kiai Akan Menjadi Role Model Penerapan Protokol Kesehatan di Pesantren
Dari 14 regimen obat yang diteliti, ada 5 kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas yang cukup bagus untuk menghambat virus itu masuk ke dalam sel target dan juga membantu penurunan perkembangbiakannya di dalam sel.
“Hasil tersebut dapat diikuti bertahap dari 24 jam, 48 jam dan 72 jam, dan virus tersebut yang jumlahnya ratusan ribu berkurang hingga tak terdeteksi,” ucapnya.
Saat konferensi pers, Purwati menunjukkan kemasan kombinasi obat yang belum diperjualbelikan.
Itu merupakan hasil kolaborasi Unair, BIN, dan juga BNPB.
“Jadi ada 5 macam kombinasi yaitu lopinavir atau ritonavir dan azithromycin. Kedua, lopinavir atau ritonavir dan doxycycline. Ketiga lopinavir atau ritonavir dan clarithromycin. Keempat, hydroxychloroquine dan azithromycin dan kelima kombinasi hydroxy dan doxycycline,” ucap Purwati.
Ia mengatakan kenapa dipilih regimen kombinasi karena potensi dan efektivitas yang cukup bagus terhadap daya bunuh virus.
Dosis kombinasi yang lebih kecil 1/5 sampai 1/3 dari dosis tunggal sehingga sangat mengurangi toksitas obat tersebut di dalam sel tubuh yang sehat.
Ia mengatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah virus menurun sampai tidak terdeteksi setelah diberi regimen obat tersebut.
“Maka bisa memutus mata rantai penularan,” katanya.
Pemanfaat regimen obat menggunakan obat yang beredar di pasaran.
"Ini disebabkan obat tersebut sudah melalui berbagai macam pengujian sampai dengan mendapatkan surat ijin edar dari Badan POM, mulai dari invitro, enema sampai dengan post marketing drug,”ujarnya.
Ia berpendapat bahwa pada era pandemi ini dibutuhkan obat yang cepat, tepat, serta sudah teruji.
Sedangkan untuk jenis stem cell yang diteliti untuk potensi sebagai antiviral pada Covid-19 ini yaitu HSCs ( Haematopetics Stem Cells) dan NK (Natural Killer) Cells.
Setelah diteliti potensinya dan efektivitasnya dengan uji tantang pada virus isolat Indonesia ini maka untuk HSCs yang diambil dari darah dibiakkan 3-4 hari, didapatkan hasil setelah 24 jam virus menjadi tidak terdeteksi.
Sedangkan untuk NK cells, bahannya diambil dari Pheriperal blood mononucleated cells yang dikendalikan selama 7-14 hari di laboratorium sel punca. Setelah 72 jam, NK cells melakukan inaktivasi sebagian besar virus sehingga bisa direkomendasikan untuk preventif (pencegahan) dan juga pengobatan.
Pengaturan untuk upaya preventif dengan NK cells bisa bertahan kurang lebih 4 bulan dan itu sangat biologis karena bisa diambil dari dari darah pasien itu sendiri.
“Kami berharap apa yang kami lakukan BIN, Gugus Tugas Nasional dan seluruh pihak dapat memberikan manfaat tidak hanya kepada masyarakat di Indonesia tetapi juga dunia,” ucap Purwati.
Dengan penelitian yang telah dilakukan, stem cell dan regimen kombinasi obat, pihaknya telah menyampaikan diseminasi hasil riset tersebut menjadi tujuh jurnal yang sekarang proses pengumpulan di jurnal internasional.